Rakerwil LP Ma’arif NU DIY, Ramdhani Dorong Konsep Pendidikan yang Membahagiakan di Ma’arif

153
Ketua LP Ma'arif NU PBNU

Yogyakarta (LP Maarif) – Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berencana membangun kebahagiaan berpendidikan di Ma’arif. Madrasah dan sekolah LP Ma’arif dibangun untuk menjadi rumah kedua bagi siswa-siswanya sehingga tidak mungkin mereka tidak bersekolah.

Membangun sekolah dan madrasah jangan hanya sekadar retorika dan sekadar kata tanpa makna. Esensinya lebih dari itu, sekolah dan madrasah dibawah naungan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (LP Ma’arif NU) harus menjadi mercusuar, menjadi bangunan yang mampu menerangi disaat kegelapan dan mampu menunjukkan arah-arah bagi orang yang mencari pelajaran.

Ihwal demikian disampaikan Ketua LP Ma’arif NU PBNU Muhammad Ali Ramdhani saat memberikan arahan kepada Pengurus Wilayah LP Ma’arif PWNU DI Yogyakarta, Minggu (19/02) pagi.

“Dari sisi kelembagaan, kita berharap bahwa Ma’arif ini mampu mencetak, menciptakan lingkungan-lingkungan proses pembelajaran sekolah dan madrasah sebagai rumah kedua dari anak-anak kita,” lanjutnya.

Ramdhani menambahkan, ketika mendidik menjadi sesuatu yang esensial, ia mengajak pengurus LP Ma’arif untuk memahami arah orientasi pendidikan.

“Pendidikan LP Ma’arif NU mengarah pada proses penciptaan sumberdaya manusia yang mampu merespon perubahan secara cepat dan dinamis,”

“Bagaimana kita mampu menjadikan sumberdaya manusia yang unggul, relevan, dan berdaya saing tinggi yang dibingkai dengan nilai-nilai aswaja,” terang Ramdhani.

Untuk menciptakan insan didik yang berbahagia, menurutnya, proses pembelajarannya juga harus dilakukan dengan bahagia. Dengan begitu, tidak mungkin anak-anak tersebut tidak bersekolah karena mereka menemukan kebahagiaan di sekolah Ma’arif.

Untuk membangun itu, ia menjelaskan ada empat hal penting yang disebut sebagai komponen school well being. Pertama, sisi psikologis yang harus dibangun sedemikian rupa untuk memanusiakan manusia sebagai dasar proses pembelajaran.

Dalam hal ini, menurutnya, kreasi dan rekreasi harus menjadi proses pembelajaran di dalam madrasah dan sekolah Ma’arif.

“Proses pembelajaran di LP Ma’arif itu dipandang sebagai rekreasi. Jadi, kalaulah anak Ma’arif ditanya, rekreasi yang paling indah buat siswa Ma’arif adalah belajar, ketika mereka berinteraksi di sekolah,” katanya.

Hal itu tidak lain karena mereka menemukan sebuah kenyamanan psikologi di madrasah dan sekolah Ma’arif.

“Ini mencirikan bahwa di tempat kita melakukan proses transformasi nilai dan pengetahuan tidak boleh ada penistaan terhadap aspek-aspek yang sifatnya psikologis,” ujarnya.

Ia mencontohkan misalnya dari sisi penataan bangunan. Standar kaca ruang di sekolah itu harus transparan, sementara ada oknum pengelola sebuah sekolah yang membuat penataannya gelap.

“Ini tidak baik, tak boleh lagi ada ruang gelap, artinya ruang yang tidak bisa dilihat dari luar ke dalam. Jadi harus bisa terlihat apa yang terjadi di ruang kelas sehingga walau ada niat yang salah, dia tidak ada kesempatan,” tekannya.

Kedua, transformasi pengetahuan dan nilai harus dilengkapi dengan penguatan pada aspek jasad (fisik). “Kita berkeinginan untuk melahirkan siswa yang sehat secara jasmani,” ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Jati Bandung, Jawa Barat itu.

Mereka yang belajar di Ma’arif, lanjutnya, adalah anak-anak yang kuat secara fisik, memiliki pengolahan dimensi fisik secara sempurna. Ia mengaku selalu menekankan aspek utama pembelajaran dari ayahnya, Prof Cecep Syarifuddin bahwa kecerdasan akan terganggu dengan kelemahan fisik.

“Secerdas apapun orang tanpa dilengkapi dengan kesehatan jasmani, kesehatan rohani, maka akan menganggu kecerdasannya,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Ramdhani kembali mengutip pernyataan ayahnya. “Jangan pernah mengambil keputusan ketika engkau marah, sebab setengah kecerdasanmu lagi hilang. Artinya, marah itu kesehatan mentalnya lagi tidak baik,” katanya.

“Jangan pernah mengambil keputusan ketika engkau sakit. Sebab, separuh dari kemampuan berpikirmu lagi turun,” imbuh Ramdhani mengutip pernyataan ayahnya.

Hal tersebut, menurutnya, menandakan bahwa sebuah proses pendidikan tidak an sich mengelola kecerdasan yang sifatnya bersumber dari kecerdasan akal, tetapi dia harus ditopang oleh kesehatan fisik dan kecerdasan mental.

“Salah satu catatan yang menjadi bagian penting dari penyelenggaraan pendidikan di LP Ma’arif adalah bagaimana menciptakan insan-insan yang kuat secara fisik, di samping tentu saja melengkapi dari kecerdasan intelektual,” katanya.

Berikutnya, mari kita membangun ruang sosial di dalam sekolah mengingat manusia adalah makhluk sosial. Setelah dimensi psikologis dan fisik, hal lain yang perlu disentuh adalah dimensi sosial.

Tumbuh kembang peserta didik, menurutnya, harus disertai kepekaan sosial, bagaimana dia peduli sesama dan cara menolong orang lain karena ada interaksi kemanusiaan, bagaimana orang memberikan perhatian kepada orang lain dan harus mampu menarik empati dan simpati.

“Kompetensi sosial ini bagian penting yang tidak boleh ditanggalkan karena kita berkeinginan bahwa seseorang ketika dia hadir di lingkungan masyarakat, kita ingin menciptakan insan-insan yang terbaik,” katanya.

Dalam terminologi hadits, jelasnya, insan terbaik adalah khoirunnas anfauhum linnas, yakni manusia terbaik yaitu manusia yang dapat berkontribusi terhadap sesamanya.

Hal terakhir dari empat komponen yang dibangun untuk bahagia bersekolah adalah ruang yang optimal untuk berpikir. Proses berpikir siswa, menurutnya, tidak boleh terhalang, tersendat oleh hal-hal yang sifatnya sekadar hafalan. Siswa harus memahami tekstual dan kontekstual dari apa yang dipelajari.

“Hafalan tentu saja penting, tetapi bagaimana menterjemahkan sebuah kaidah itu melalui kebebasan kognitif yang pada titik tertentu harus dibatasi memang karena kemampuan manusia serba terbatas,” jelasnya.

“Tetapi paling tidak, ada sebuah kemampuan kognitif tidak ada siswa-siswa yang enggan bertanya. Tidak ada siswa-siswa yang tidak percaya diri ketika dia mengungkapkan pendapat-pendapatnya,” sambungnya.

Oleh karena itu, lembaga pendidikan yang mampu menghadirkan bahagia bersekolah adalah lembaga memuliakan aspek psikologis, mengokohkan aspek fisiknya, menata sistem sosial, dan memberikan ruang berpikir sesuai minat dan bakat siswanya.

“Karena talenta siswa itu beragam, maka penting mendukung kreativitas positif ini untuk membangun siswa yang bertalenta sesuai bakat dan minatnya masing-masing,” tandasnya.

Having, loving, being and health ini adalah ciri khas utama dari sekolah dan madrasah kita.

“Karena itu, perlu membahagiakan dan menciptakan kemajuan bangsa generasi hebat. Harta yang paling berharga adalah anak-anak yang saleh, pintar dan bahagia,” tutupnya.

(WE/Red Mading)