Peta Jalan Pesantren Inklusif untuk Fasilitasi Santri Disabilitas

217
Foto: Ngopibareng

MADING.ID, Surakarta – Kementerian Agama pada waktu dekat ini akan pengembangan model pesantren inklusif yang diperuntukkan untuk para penyandang disabilitas yang bertujuan agar mereka dapat menikmati pembelajaran di pesantren sebagaimana santri pada umumnya.

Kepala Subdirektorat Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah Siti Sakdiyah menjelaskan bahwa hadirnya Undang-Undang Disabilitas menjadi dasar Kemenag untuk memfasilitasi pendidikan agama bagi penyandang disabilitas. Sehingga pihaknya saat ini juga sedang menyelesaikan roadmap (peta jalan) pesantren inklusif.

“Pondok pesantren harus memfasilitasi bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, baik di sarana prasarana maupun di media pembelajarannya. Itu yang harus kita fasilitasi,” jelas Sakdiyah yang juga sebagai Ketua Pokja Pendidikan Islam Inklusif.

Menurut Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya Hanun Asrofah, agama Islam pada dasarnya menghargai dan memuliakan penyandang disabilitas sekaligus menempatkannya pada posisi tinggi pendidikan berkesetaraan

“Islam menghargai keragaman, sehingga tidak diskriminatif terhadap penyandang disabilitas,” ujar Hanun saat hadir sebagai salah satu narasumber pada kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren di Kota Surakarta, 28-30 Maret 2022.

Hanun menerangkan, saat ini sudah ada regulasi yang mengatur soal hak-hak disabalitas di ranah publik, seperti UU No 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, PP No. 13/2020 tentang Akomodasi Yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas, dan UU No. 18 Tahun 2019 Pesantren pasal 8 bahwa penyelenggaraan pesantren wajib mengembangkan nilai rahmatan lil ‘alamin, berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Bineka Tunggal Ika.

Saat ini, kata Hanun, sudah ada sistem pendukung pesantren inklusif, di antaranya terbentuk Pokja Pendidikan Inklusif di Kementerian Agama, jaringan pesantren sebagai daya dukung pesantren inklusif, dan komitmen akomodasi penyandang disabilitas oleh pemerintah daerah.

Lebih jauh Hanun menilai, tantangan saat ini pada satu sisi sistem pendidikan di pesantren yang beragam sehingga kesulitan menentukan sasaran pesantren inklusif. Di sisi lain, ada sebagian pesantren yang sudah menyelenggarakan layanan inklusif, akan tetapi belum memiliki sistem pendataan.

“Perlu ada data pasti santri penyandang disabilitas serta pelibatan PDBK (Penggolongan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus) dalam kegiatan belajar,” papar Hanun.

Pada kesempatan yang sama, Dosen UIN Walisongo Semarang Sahidin memaparkan 10 poin rancangan program pendidikan inklusif di pesantren, mulai dari regulasi, kelembagaan, jejaring, kurikulum, pembelajaran, kesantrian, pengelolaan, sarana & prasarana, program pasca pesantren, hingga monitoring.

“Marilah 10 hal ini menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bersama, dan itulah yang menjadi roadmap pondok pesantren inklusif,” pinta Sahidin. (MZN)