Yogyakarta – Akhir-akhir ini marak terjadi kejahatan jalanan di Yogyakarta dan sekitarnya. Kejahatan jalanan atau begal yang disebut di Yogyakarta lebih akrab disebut klitih ini kembali mencuat seiring dengan datangnya bulan Suci Ramadhan. Hal ini menimbulan keresahan akan bahaya ancaman klitih yang muncul kembali. Korban dari kejahatan ini dapat dialami olehh siapa saja serta dapat terjadi dimana saja dan kapan saja.
Maka dari itu, Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berkomitmen untuk mengawal dan berupaya menanggulangi persoalan “klitih” Kejahatan Jalanan di lingkungan D. I. Yogyakarta.
Dema UIN Sunan Kalijaga Kawal Pemberantasan Kasus Klitih di DIY
Bersamaan dengan laporan “klitih” yang meningkat setiap tahun. Mengutip pernyataan Wakapolda DIY, Brigjen Raden Slamet Santoso, pada tahun 2021 laporan “klitih” telah mencapai 58 laporan, meningkat 6 kasus dari tahun sebelumnya. Hal ini sangat disayangkan ketika korban dan pelaku yang teridentifikasi rata-rata masih berstatus remaja dan masih menempuh pendidikan sekolah menengah pertama dan atas.
Disini “Pemuda memiliki peran utama dalam menanggulangi persoalan kejahatan klitih. Meskipun dalam aktualisasinya memerlukan koordinasi dengan tokoh agama, masyarakat, dan juga pejabat daerah, dan persoalan ini sepatutnya menjadi perhatian lebih pemerintah terhadap pelaku, mengingat pelaku yang notabene remaja masih memiliki usia produtif yang sangat panjang” ungkap Reza Permana, Menteri Pemuda dan Olahraga DEMA UIN Sunan Kalijaga.
Baca juga: Inilah Perbedaan Pendidikan Keagamaan Islam dan Pendidikan Umum
Mahasiswa yang akrab disapa Reza itu menyatakan, “tanggungjawab menanggulangi persoalan klitih ini harus juga disandarkan kepada dinas pemerintahan terkait dan Pemprov DIY sebagai basis eksekutif daerah. Sudah banyak masyarakat yang menjadi korban keganasan kejahatan ini, maka dari itu kami meminta agar Pemprov segera mengambil tindakan yang tegas dan efektif!”.
Dia mengungkapkan ”Kemenpora DEMA UIN Sunan Kalijaga saat ini memulai membangun kerjasama dan berkomitmen dengan pihak manapun, baik organisasi kepemudaan, masyarakat dan juga pemerintah DIY dalam upaya menanggulangi persoalan klitih, sekaligus sebagai respons dan dukungan terhadap diterbitkannya surat edaran (SE) nomor 050/5080 tentang penanganan dan pencegahan kejahatan jalanan oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X ” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Mahasiswa DEMA UIN Sunan Kalijaga, Ihsanul Mujahidin menyatakan akan mendukung penuh proses pemberantasan kasus kejahatan klitih yang marak terjadi di Yogyakarta saat ini. Mujahidin menjelaskan bahwa melalui divisi Kementerian Pemuda dan Olahraga DEMA, Mereka akan berusaha menyuarakan aspirasi keresahan masyarakat akan bahaya kejahatan jalanan ini.
“Untuk itulah kami bersama segenap mahasiswa UIN Sunan Kalijaga melalui Kemenpora dan beberapa badan lain yang ada di DEMA berusaha agar bisa menyampaikan langsung keresahan-keresahan masyarakat terkait kasus klitih inim karena bagaimanapun Jogja sebagai kota pelajar yang ramah harus tetap nyaman dan terbebas dari kasus yang sangat meresahkan selama bertahun-tahun ini”, ujar Mujahidin.
Sekilas Tentang Klitih
Klitih sendiri berasal dari bahasa Jawa yang pada mulanya merupakan istilah untuk menyebut anak-anak yang berkeliling lingkungan hanya untuk mengisi waktu luang tanpa aktifitas spesifik. Namun seiring berjalannya waktu, istilah ini mengalami pergeseran makna ke konotasi yang negatif dan memiliki unsur kejahatan criminal.
Pelaku klitih yang tertangkap oleh aparat setempat umumnya adalah pelajar. Sementara target dari aksi klitih umumnya adalah siswa SMA, SMK, atau anggota geng yang saling bersaing Istilah “Klitih” atau yang kini disebut sebagai kejahatan jalanan merupakan permasalahan berkepanjangan yang timbul didalam lingkungan remaja DIY secara umum.
Persoalan ini seolah-olah menjadi parasit yang susah dimatikan perkembangannya. Tentu dalam persoalan ini pemuda atau remaja sering dijadikan pelaku dan pemeran utama dalam perkembangan budaya klitih.
Padahal jika ditarik kembali kepada akar permasalahan, peran orangtua dan lembaga pendidikan sebagai kontrol terhadap pemuda yang melakukan tindak kejahatan jalanan yang semakin meningkat.Dihimpun dari berbagai sumber, data Jogja Police Watch (JPW) menyebutkan korban tewas akibat “klitih” sejak tahun 2016 hingga tahun 2022 mencapai 6 orang.
Penulis: Muhammad Ahsan Rasyid