MADING.ID, Jakarta – Prof. Dr. H. Abu Rokhmad, M.Ag Staf Ahli Menteri Agama RI Bidang Hukum dan HAM mengatakan, santri dan pesantren selama ini mempunyai peran dan kontribusi kepada bangsa yang tidak sedikit, mulai dari merebut kemerdekaan di era revolusi, mempertahankan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad, hingga mengisi kemerdekaan sekarang ini.
Demikian disampaikan oleh Prof. Dr. H. Abu Rokhmad, M.Ag dalam sebuah dialog program “Pesantren di Radio” yang disiarkan secara langsung oleh Radio di Elshinta pada Ahad (1/05/2022) lalu, bertepatan 29 Ramadhan 1443 H.
Menurut Abu Rokhmad, berdasarkan fakta sejarah, kalangan santri sejak dahulu sudah terlibat aktif dalam kepemimpinan nasional, termasuk juga di masa sekarang. Meski demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan peran kepemimpinan santri untuk pembangunan bangsa.
Pertama, para santri harus membekali diri dengan berbagai ilmu dan skill (keterampilan) yang dibutuhkan karena menghadapi situasi zaman yang berbeda dan terus berubah.
“Jadi, selain ilmu agama yang menjadi ‘jangkar’ dari pesantren, mereka juga harus intens mengkaji dan menguasai ilmu pengetahuan umum,” ujar Rokhmad.
Kedua, lanjutnya, para santri harus inklusif. Dengan kata lain, santri harus melek terhadap isu kontemporer, terutama isu sosial dan politik. Dengan open minded (pola pikir yang terbuka), nantinya para santri dapat mengambil pelajaran (‘ibrah), sehingga mereka memahami di mana akan memerankan diri pada saatnya harus terjun di dunia nyata.
“Maka, mau tidak mau santri harus mempunyai semangat yang berlipat-lipat dalam rangka menguasai ilmu-ilmu sekaligus memiliki kepedulian terhadap situasi masyarakat di sekitarnya. Jangan sampai para santri sibuk dengan dunianya sendiri,” ujar laki-laki yang juga saat memegang amanah sebagai Plt. Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
Ketiga, untuk menjadi pemimpin nasional memang tidaklah mudah, namun ada banyak teori bahwa pemimpin itu dapat dikader/diciptakan atau pemberian/karunia (given) dari Allah, sehingga tidak perlu mempertentangkan dua teori tersebut, sehingga semangat para santri harus selalu berikhtiar untuk menjadi pemimpin.
“Namun yang jelas, semangat para santri adalah khairunnas anfa’uhum linnas, yaitu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Soal apakah nanti dia dinobatkan menjadi seorang pemimpin atau tidak, sesungguhnya demikian ini bukanlah target, karena pasti masyarakat akan memuliakan dengan melihat kiprah dan peran dari para santri,” jelas Rokhmad.
Ia menambahkan, pesantren adalah lembaga yang merdeka, independen dan unik. Dalam kondisi ini, Kementerian Agama pun memahami bahwa Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Pesantren tidak akan mengintervensi pesantren.
“Sehingga dalam hal ini Kementerian Agama memberikan fasilitasi melalui berbagai macam program untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan lulusan pesantren dalam rangka menyiapkan calon-calon pemimpin nasional yang selanjutnya,” pungkasnya. (MZN)