Energi fosil adalah energi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil, yaitu bahan bakar yang terbentuk dari proses dekomposisi sisa-sisa organisme purba selama ratusan juta tahun seperti; minyak bumi, gas alam dan batubara.
Penunjang Utama Energi di Indonesia
Indonesia saat ini krisis energi. Kenapa demikian? Hampir sebagian besar energi di negeri ini menggunakan batubara sebagai sumber energi utama, seperti misalnya listrik yang digunakan sehari-hari.
Umumnya kita beranggapan listrik yang digunakan untuk menerangi rumah-rumah, lampu jalan, parabot, bahkan suatu desa atau kota itu berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang menyalurkannya hingga sampai kepada masyarakat. Sesederhana itu!? Padahal proses PLN memperoleh listrik hingga dapat menyalurkannya kepada masyarakat luas perlu proses yang komplek.
Baca juga: Penyandang Disabilitas Mampu Berkontribusi dalam Pembangunan
Batubara merupakan salah satu bahan bakar fosil, atau pada umunya diartikan sebagai batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik. Meskupun disebut batu, sebenarnya batubara berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengendap dan tertibun di dalam bumi selama lebih dari 200-300 juta tahun. Karena pengaruh tekanan panas bumi sisa-sisa tumbuhan itu lalu mengeras dan berubah menjadi batuan.
Dalam sebuah film dokumenter karya Ekspedisi Indonesia Biru yang berjudul Sexy Killer, mengulik sebuah proses pemerolehan batubara dan dampaknya pada kelangsungan ekosistem alam. Lapisan bumi dikupas untuk diambil batubara-nya, pekerjaan ini yang dikenal sebagai pertambangan barubara.
Melalui truk-truk besar lalu dipindahkan ke kapal tongkang menyebrangi lautan untuk dieksplore keberbagai PLTU di Indonesia, bahkan sebagian ada yang dieksplore ke luar negeri. Dari PLTU inilah batubara dibakar dan uapnya digunakan untuk membangkitkan turbin sehingga mampu menghasilkan listrik. Barulah dari situ listrik dialirkan ke rumah-rumah masyarakat secara luas.
Dampak Pengunaan Energi Fosil Secara Berlebihan
Manusia adalah spesies mamalia yang penyebarannya sangat drastis setiap tahunnya. Semakin pesatnya pertumbuhan manusia, maka semakin banyak kebutuhan yang diperlukan. Hal tersebut berimbas pada kestabilan siklus alam. Manusia akan lebih ganas mengeruk sumber daya alam; minyak bumi, gas alam, dan batubara untuk diambil manfaatnya.
Hal tersebut juga mempengaruhi keseimbangan ekosistem dan pemanasan global, melalui pembakaran minyak, gas alam, dan batubara yang kemudian melepaskan Karbon Dioksida (CO²) ke atmosfer. Meningkatnya jumlah CO² di atmosfer akan mengakibatkan bumi akan semakin panas, sehingga itu berdampak pada mencairnya lapisan es di Grenland dan Antartika. Seperti halnya manusia jika mengkonsumsi kalori yang berlebih dari kebutuhan fungsi normal, maka berat badan pun akan bertambah. Begitulah kira-kira analogi penumpukan CO² di atmosfer.
Dampak lain dari pengerukan batubara yang berlebih akan membuat persediaan sumber daya yang semakin menipis. Sehingga, lama-kelamaan sumber daya batu bara akan habis dan tidak dapat diperbaharui kembali. Karena proses pembentukan batubara memerlukan jutaan tahun untuk dapat digunakan kembali. Belum lagi, batubara yang diangkut menggunakan kapal-kapal tongkang, mengakibatkan pencemaran lautan akibat tumpahan-tumpahan batubara.
Transisi Energi Fosil ke Energi Terbarukan
Dilansir dari Kumparan.com diupload pada Sabtu, 20 November 2021, bapak presiden republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) merasa khawatir sebab pasokan energi di Indonesia masih didominasi dari fosil, terutama batubara. Sehingga bapak Presiden meminta untuk penggunaan batubara diganti dengan energi hijau. Presiden Jokowi mengatakan, 67% pasokan energi di Indonesia masih dihasilkan dari batubara, minyak bumi 15% dan gas 8%. Itu menandakan bahwa energi di Indonesia sangat tidak ramah lingkungan.
Bapak Presiden Jokowi juga meminta kepada PT Pertamina dan PT PLN untuk mulai mengganti penggunaan fosil dengan energi terbarukan seperti; hydropower, geothermal atau solar panel. Dan mulai memetakan mana yang harus digeser ke hydropower, geothermal, dan mana yang harus digeser ke surya.
Energi hijau tersebut merupakan salah satu solusi untuk mengubah ketergantungan terhadap energi fosil. Seiring perkembangan zaman kebutuhan manusia tidak terbatas sementara ketersediaan alam amat terbatas. Oleh karena itu, Indonesia harus membuat dobrakan transisi energi fosil menjadi energi hijau, sehingga kedepannya energi di Indoesia akan menjadi energi yang ramah lingkungan.
Penulis: Naufal Imam Hidayatullah