Telaah Harokatun Nahdliyyah ala KH. Nusron Wahid Part-1

316
Photo by_Mading.id

Harokatun Nahdliyyah. Paska perhelatan akbar resepsi satu abad Nahdlatul Ulama di Sidoarjo 7 Februari 2023 lalu, kini mulai hadir banyak topik dan gagasan-gagasan usai memasuki abad yang ke-2 ini, dari berbagai kalangan. Publik akan selalu mengingat bagaimana semangatnya Gus Yahya dengan pidato yang begitu menggelegar pada puncak acara Harlah Satu Abad NU.

Perbincangan, nasihat, gagasan dan inisiatif terkait Nahdlatul Ulama saat ini banyak diperbincangkan oleh banyak pihak dalam berbagai kesempatan. Salah satunya seperti apa yang dilakukan oleh KH. Nusron Wahid, pada Pengajian Pitulasan di Masjid al-Aqsha Menara Kudus, Ahad malam (26/03/2023).

Baca juga: Fadhilah Tarawih Malam Ke-7, Seperti Membantu Perjuangan Nabi Musa Mengalahkan Firaun dan Haman

KH. Nusron Wahid dengan kapasitasnya sebagai Wakil Ketua PBNU, mengajak para hadirin untuk refleksi terhadap faktor-faktor kesuksesan NU selama satu abad ini bagi masyarakat Indonesia.

Nahdlatul Ulama dan Teori Asas Manfaat  

Sebuah gerakan atau jam’iyyah tidak mungkin bisa berdiri sampai 100 tahun lebih kalau tidak karena Gerakan tersebut istimewa, atau karena muassis-muassisnya yang begitu hebat. Nahdlatul Ulama memiliki kehebatan dan keistimewaan tersebut.

Keistimewaan Nahdlatul Ulama terletak pada konsistensinya memberikan kemanfaatan bagi umat manusia, khususnya di Indonesia. KH. Nusron Wahid mengutip petikan suatu ayat sebagai kata kuncinya  وَاَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِى الْاَرْضِ bahwasanya segala sesuatu yang memberikan manfaat buat umat manusia, niscaya akan bertahan di muka bumi.

Beliau menekankan teori asas manfaat, orang atau sesuatu kalau ingin berguna di muka bumi, maka tak ada jalan lain selain  harus memberikan kemanfaatan kepala lain.

Sekarang pertanyaannya, Apa bentuk kemanfaatan nyata yang telah diberikan oleh para Kiai-Kiai NU terhadap umat manusia? Menurut KH. Nusron Wahid, ulama atau kiai-kiai NU itu konsisten memberikan tujuh bentuk kemanfaatan kepada umat manusia, yang mana tujuh bentuk tersebut merupakan bagian dari implementasi atau perwujudan nyata dari doa kita yang selalu kita panjatkan setelah salat rawatib di mana pun. Doa tersebut tak lain ialah:

اَللهُمَّ اِنَّا نَسْأَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ

“Ya Allah kami memohon kepada-Mu atas keselamatan agamaku, kesejahteraan/kesegaran pada tubuhku, bertambahnya pengetahuanku, keberkahan rezekiku, serta tobatku sebelum mati dan rahmat-Mu di waktu matiku, dan ampunan-Mu sesudah matiku.”

Doa yang umum kita dengar ini diimplementasikan para Kiai dengan serius, sehingga membuat NU dan lembaga yang dipimpinnya itu bertahan sampai saat ini dengan sejahtera.

Bersambung…

(Zm/Red_Mading)