Umumnya manusia ingin hidup bahagia. Selain kebahagiaan, manusia juga butuh rasa aman. Seperti dalam teori piramida kebutuhan Abraham Moslow, setelah kebutuhan dasar, seperti seks, pangan, pakaian, dan tempat tinggal terpenuhi, keinginannya meningkat, yaitu mencari kebutuhan akan rasa aman.
Rasa aman bisa didapat dari ide sebentuk keluarga, agama, bangsa, juga komunitas, yaitu kumpulan orang yang terikat dalam kesamaan gagasan atau aspirasi.
”Body is the bow, asana is the arrow, and the soul is the target: liberation.”
– BKS Iyengar
Tren Yoga untuk Kesehatan
Jika kita bicara tentang yoga, asosiasi pikiran banyak orang adalah bentuk-bentuk posisi tubuh yang menuntut kelenturan tinggi serta hal-hal yang superstitious sifatnya, seperti dapat terbang, tidak mati walau telah dikubur hidup-hidup selama satu minggu, tidur di atas paku dan sebagainya.
Pandangan seperti ini bisa terjadi karena di negara asalnya, India ada sekelompok yoga yang mengambil jalan dan berpraktik seperti itu. Namun karena segala hal yang tidak umum akan selalu lebih mudah untuk publikasi, maka yang lebih banyak diingat orang, sampai kemudian ada generalisasi adalah yang demikian.
Saat ini, ketika yoga menjadi booming dan tempat berlatih sudah menyebar serta tenaga pengajarnya sudah lebih banyak dibanding sepuluh – duapuluh tahun lalu, membuat orang semakin dimudahkan untuk berlatih.
Namun banyak dari mereka yang pergi ke kelas yoga lebih memfokuskan diri pada postur, atau asana dalam bahasa sanskritnya, suatu aspek fisikal dalam praktik filosofi yoga. Harapan yang timbul dari banyak orang yang berlatih, adalah bahwa dengan mempraktekkan postur-postur yoga tersebut akan mendapatkan kesehatan yang lebih baik serta dapat mengurangi berat badan, menjadi langsing dan hidup bahagia.
Dengan semakin mahalnya biaya kesehatan akhir-akhir ini, tidak dapat dipungkiri, selain kesehatan tubuh, bagi masyarakat urban zaman sekarang, penampilan tubuh juga menjadi perhatian utama.
Antusiasme orang-orang yang pergi berlatih yoga tersebut, sayangnya tidak disertai dengan perhatiannya pada sisi esoteris lainnya dari filosofi yoga yang sangat luas dan cukup komplet, atau bahkan sekaligus mempraktikkannya, padahal sesungguhnya, dalam fisosofi yoga itu, asana hanyalah salah satu dari delapan tangga (ashtanga yoga) menuju keutamaan hidup.
Perkembangan dan Filosofi Yoga
Dalam masa awal perkembangannya, pengajaran yoga lebih menekankan sebagai filsafat, atau seni hidup, adapun latihan fisik berkembang kemudian sebagai latihan untuk membantu meningkatkan konsentrasi sebagai sarana untuk dapat bermediatasi lebih baik.
Tujuan tertinggi dari yoga adalah kemanunggalan (oneness) dengan sesuatu yang transenden, seperti Tuhan Yang Maha Kuasa, selain sebagai jalan untuk pembebasan diri (moksa, liberation), pembebasan dari segala bentuk keterikatan yang menghambat perkembangan kejiwaan seseorang.
Masa awal ini dikenal dengan Raja Yoga, yoga yang lebih concern pada mind, pikiran atau bathin, dan segala hal yang berkaitan dengannya, berikut dengan cara mengontrolnya. Prakteknya melulu dengan meditasi.
Karena betapa pentingnya pemahaman akan pikiran dengan segala gerak-geriknya, Patanjali sebagai “Bapak Yoga” memperkenalkan delapan tangga yoga. Seperti anak tangga alamiah yang tersusun secara sistematis dan saling berkaitan satu dengan lainnya.
Delapan aspek dalam yoga itu adalah:
- Yama : ajaran moral yang universal
- Niyama : disiplin diri sebagai tindak pensucian
- Asana : latihan potur-postur
- Pranayama : latihan pernafasan
- Pratyahara : olah rasa dan sensitivitas
- Dharana : konsentrasi
- Dhyana : meditasi
- Samadhi : kesadaran penuh (mindfulness)
Melatih Moral dan Disiplin diri
Yama dan Niyama mengontrol nafsu dan emosi kita yang berlatih, serta menjaga hidup harmoni baik terhadap diri sendiri maupun dengan sesama manusia di lingkungannya. Perumpamaan dua aspek yoga ini adalah akar dari sebuah pohon atau fondasi dari suatu bangunan.
Masing-masing aspek ini mempunyai lima unsur, yaitu pada Yama adalah : ahimsa (non violence, tidak melakukan tindak kekerasan), satya (truth, kejujuran), asteya (non-stealing, tidak mencuri), brahmacharya (self-restrain, kontrol diri dari tindakan asusila), dan aparigraha (hidup sederhana sesuai kebutuhan).
Unsur Niyama adalah: saucha (purification, kebersihan diri), santosa (cotententment, kepuasan yang moderat), tapas (self-discipline, semangat), svadaya (self study, pemahaman akan keberadaan kita) dan isvara pranidhana (dedication to the Lord, sikap pasrah atau kerendahan diri pada kebenaran mutlak).
Postur-Postur Pada Yoga
Asanas, aspek ketiga dari yoga: dengan berlatih tubuh fisik kita mengikuti postur yoga akan membuat tubuh kuat dan sehat, adanya keharmonisan antara pikiran, bathin dan tubuh kita sendiri, serta harmoni dengan alam.
Postur-postur yoga diyakini dapat mengaktifkan semua organ dalam tubuh dan membuang racun atau hal-hal lain yang sifatnya berlebih untuk mendapatkan tubuh yang seimbang Juga harmoni dengan mahluk lain dan alam lingungan, karena nama dari postur banyak mengambil inspirasi dari alam sekitar, sebagai prinsp evolusi atau hukum alam, seperti binatang, atara lain ular, kobra (bhujangasana), belalang (salabasana), atau tumbuhan, pohon (vrksana) misalnya.
Dengan berlatih asana ini, sebenarnya pikiran kita dilatih untuk lebih mencintai, menghormati sesama mahluk hidup, tidak malah menyembarangkannya.
Latihan Pernafasan dalam Yoga
Latihan pernafasan dalam yoga atau pranayama dapat membersihkan dan mensuplai oksigen ke dalam sistem pernafasan dan darah yang dapat memperbaiki sistem saraf dalam tubuh. Secara psikologis, latihan pernafasan ini memberi kesempatan kita untuk memperhatikan hubungan antara irama pernafasan dengan tingkat emosi diri.
Dengan semakin baik kita berlatih pernafasan, akan memudahkan kita memasuki tahapan berikutnya, yaitu aspek pratyahara, ketika obyek pikiran yang “di luar” diri akan ditarik mengarah “kedalam” sebagai latihan mengurangi pengaruh buruk penghambaan diri pada obyek-obyek di luar diri kita sendiri (detachment).
Baca juga: Hadirnya Bayi Mengajarkan Banyak hal Termasuk Yoga
Melatih Konsentrasi dan Meditasi
Dharana, memusatkan pikiran pada satu obyek yang akan membawa pada ketenangan dalam berpikir dan bertindak. Obyek di sini adalah “diri” sendiri. Dhyana, meditasi dengan konsentrasi yang merata, tidak lagi pada satu obyek, tapi pada semua fenomena yang muncul dan diterima oleh indra kita.
Puncak dari meditasi adalah samadhi, ketika tubuh dan rasa istirahat tertidur, namun pikiran dan kesadaran tetap terus terjaga. Sadar sepenuhnya. Tidak ada lagi batas antara kita, sebagai subyek yang mengamati dan obyek yang diamati, terus mengalir sampai terjadinya fusi, kemanunggalan. Dan itulah yoga.
Harus Banyak Belajar
Dari sekelumit paparan tentang filosofi yoga tersebut, menyadarkan kita bahwa sesungguhnya betapa sedikit sekali pengetahuan kita kalau hanya fokus pada asana, dan betapa banyaknya aspek yang masih sama-sama kita harus belajar.
Bahkan dari 196 sutra atau ayat-ayat dari kitab yoga yang ditulis oleh Patanjali itu, hanya 1 (satu) ayat, sekali lagi, satu yang menyebut tentang postur, sementara selebihnya tentang kerja pikiran dan ajaran moral.
Ayat itu adalah seperti kutipan di atas, yaitu :” Sthira sukham asanam”, lakukanlah postur dengan mantap (firm) dan nyaman (comfort). Di sini tidak disebut-sebut perlunya kelenturan. Tubuh yang fleksibel akan didapat sebagai hasil dari latihan yang berkesinambungan.
Walaupun hanya satu ayat itu, tapi dalam melakukan satu postur, untuk mendapat pemahaman akan makna mantap dan nyaman tersebut, praktisi dituntut untuk melakukan setiap langkah dan tahapan dalam mencapai postur yang final dengan penuh perhatian.
Prashant Iyengar (Alpha & Omega of Trikonasana, 2004) mengatakan bahwa dalam melakukan postur-postur seharusnya dikembangkan pikiran dan sikap yang penuh perhatian dan waspada, aktif, sensitif, penuh perasaan, dan reflektif untuk mencapai apa yang Patanjali sebutkan sebagai samapatti, kontemplasi dan transormasi. Latihan asana pun menjadi sangat meditatif. Meditasi dalam gerak.
Yoga Bukanlah Olahraga Kompetitif
Yang perlu menjadi perhatikan bersama adalah bahwa yoga ini bukanlah seperti olahraga kompetitif. Tidak ada pertandingannya dalam olimpiade. Semata-mata adalah untuk latihan pengembangan diri pribadi. Karena itu, jika dalam latihan bersama dengan jumlah peserta besar, peserta lain dapat dianggap sebagai patung batu.
Tidak perlu terpengaruh pada orang di sekeliling. Arahkan perhatian dan pandangan diri ke dalam diri sendiri untuk merasakan bekerjanya kulit, syaraf, otot, daging, tulang dan organ-organ dalam tubuh beserta rasa, dan sensasi yang timbul ketika melakukan asana.
Dalam masa pandemik seperti sekarang, lockdown menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga orang dapat melakukan khalwa, retreat, yaitu suatu bentuk pengambilan jarak dari kesibukan sehari-hari, menjauh dari kerumunan, untuk melakukan “olah fisik – olah pikir – olah batin – olah rasa” di kedalaman diri sendiri (alone), semata-mata bersama Dia “Yang Tidak Dikenali” saja (with the Alone).
Akhirnya, jika diperhatikan tiap tahapan dalam melakukan asana, dan postur-postur itu dilakukan dengan penuh kesadaran, disertai dengan usaha untuk lebih baik pada setiap tahapan, maka sesungguhnya aspek lain dari delapan tangga yoga akan juga terkandung secara terintegrasi didalamnya.
Dan asana pun dapat menjadi sarana untuk berlatih mencapai liberation, pikiran dan bathin yang tenang dan seimbang, selain tentunya kesehatan fisik. Seperti air danau yang tenang yang dapat merefleksikan kecantikan alam di sekitar. Pikiran dan bathin yang tenang akan memancarkan kecantikan yang berasal dari dalam, inner beuaty.
Penulis: Yudhi Widdyantoro
(Pengecer Jasa Yoga)