Tarekat Maulawiyah, Musik, dan Tarian Sufi
Badrudin dalam Pengantar Ilmu Tasawuf mengatakan bahwa kajian tasawuf tidak dapat dipisahkan dengan praktik ubudiah dan muamalah dalam tarekat. Kegiatan tarekat mengadaptasi praktik yang dilakukan Nabi ketika mendekatkan diri kepada Allah SWT, antara lain dengan bertahanus di goa Hiro, qiyamullail, zikir, dan sebagainya. praktik ini kemudian diteruskan oleh sebagian sahabat terdekat beliau, para tabiin, tabiut tabiin, diteruskan dengan lahirnya para waliyullah abad demi abad hingga masa sekarang ini.
Baca juga: Seni Jalaluddin Rumi Menggapai Cinta Ilahi – Part 1
Terkait dengan istilah ‘tarekat’, kita dapat merujuk pada definisi Abu Bakar Atjeh yang mengatakan: tarekat adalah jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. Para guru yang memberikan petunjuk dan pimpinan ini dinamakan mursyid yang mengajar dan memimpin muridnya sesudah mendapat ijazah dari gurunya pula sebagaimana tersebut dalam silsilahnya.
Terkait dengan Tarekat Maulawiyah, tidak ada data resmi kapan didirikan, tapi kita dapat memperkirakan tarekat ini didirikan antara 1250 sampai 1258 di mana Rumi kembali lagi ke dunia pengajaran dan masa ketika ira bertemu Husamuddin, yang kelak menjadi penerus Tarekat Maulawiyah.
Tarekat Maulawiyah, kemudian dilembagakan oleh Sultan Walad putra dan sekaligus yang menjadi penerus Rumi. Tarekat ini dalam ritualnya banyak menyebarkan sajak-sajak Rumi, terutama melalui Kerajaan Turki Utsmani yang baru muncul. Di kemudian hari, pemimpin Tarekat Maulawiyah begitu erat hubungannya dengan istana Turki Utsmani, sehingga ia mendapat hak istimewa untuk memakaikan pedang pada sultan. Pusat Tarekat Maulawiyah selalu berada di Konya (pemimpinnya disebut dengan sebutan kehormatan Molki Hunkar dan Celebi).
Dalam praktiknya, seseorang yang ingin menjadi anggota Tarekat Maulawiyah disyaratkan harus menjalani latihan selama 1001 hari, dibagi pada periode-periode 40 hari. Selama latihan, calon anggota harus mempelajari matsnawi dengan pembacaan yang benar, teknik tarian berputar, dan silsilah tarekat, mulai dari gurunya sampai ke generasi-generasi sebelumnya yang berakhir pada Rasulullâh SAW. Setelah latihan berakhir, pemula diberi pakaian resmi di tekye dan diperintahkan terus menjalankan praktik-praktik tarekat sampai ia yakin dirinya sanggup berhubungan dengan Tuhan melalui tarian putar, khalwat (pengasingan diri) dan musik.
Kegiatan dervishes (anggota Tarekat Maulawiyah) meliputi sejumlah latihan tari-tarian, yaitu dua jari kaki memegang sebuah paku di atas lantai, sementara itu guru-guru dervish berada di sekitarnya. Schimmel mengatakan bahwa adanya paku di antara sisi jari kaki sang penari bertujuan menjaga agar si penari berada dalam posisi yang tetap, beberapa menit bahkan sejam penuh atau lebih.
Musik dan Tarian Sufi
Telepas dari segala perdebatannya, musik dan tarian dalam ekspresi sufisme Rumi merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan. Sebagaimana syair-syair, musik dan tarian dianggap sebagai instrumen-instrumen yang membagkitkan sikap kontemplatif dalam jiwa.
Tarian dengan menggunakan musik dalam Tarekat Maulawiyah di kalangan sufi terkenal dengan istilah sama’ yang dijadikan sebagai sarana pencarian Tuhan atau alat bantu kontemplatif. Dalam tarian sufi Rumi dikenal Selama penyelenggaraan tarian (sama’), sebuah kulit domba berwarna merah diletakkan di atas lantai sebagai simbol kehadiran Syamsuddin at-Tibrizi, seorang tokoh sufi yang mengilhami Rumi terhadap kesadaran ketuhanan. Tarian yang memperagakan empat gerakan yang dinamakan salam berlangsung selama satu jam. Pada akhir tarian tersebut, pir atau guru spiritual, muncul ke tengah-tengah dervishes.
Upacara sama’, dilaksanakan pada Jum’at, biasanya tengah hari sesudah shalat berjamaah. Untuk memulai ini, para Darwis terlebih dahulu memakai pakaian yang khusus; sebuah Tenure baju panjang putih tanpa lengan (destegul) jaket dengan lengan panjang sebuah ikat pinggang, dan sebuah khirqah hitam, dipakai sebagai mantel tetapi dicopot sebelum tarian keagamaan dimulai. Kepala ditutupi topi tinggi dan bulu yang dililit sekitarnya dengan kain serban. Topinya, sikkeri, menjadi tanda khusus untuk anggota Maulawi. Banyak prasasti yang berisi do’a atau restu dituliskan dalam bentuk topi darwis, dan selalu dikenakan anggota Tarekat Maulawiyah, baik ketika penyelenggaraan ritual sama’ maupun di luar sama. Bersambung…
Penulis: Hijrah Ahmad
(Kopitalis akut, koki di Emirbooks)