Oleh : Disisi Saidi Fatah
(Penikmat Food Street)
Siapa yang tidak kenal Ketan? Bahan makanan yang sering diolah menjadi berbagai aneka makanan. Selain teksturnya yang empuk dan legit, ketan diperkaya akan zat besi, protein, karbohidrat, serat, berbagai vitamin, serta mineral seperti kalium, natrium, magnesium, dan zinc. Selain itu juga ketan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Dikutip dari laman liputan6.com, ketan memiliki berbagai manfaat, diantaranya; melawan kanker dan penyakit jantung, menjaga kesehatan pencernaan, mencegah anemia, menjaga daya tahan tubuh, membantu proses pembentukan sel dan jaringan, menjaga berat badan, dan masih banyak lainnya.
Membahasa tentang ketan, ada suatu yang teringat dalam benak saya selaku penulis, ya olahan pangan yang menjadi kuliner khas orang Lampung. Memasuki akhir sepuluh hari kedua di bulan suci ramadhan, tak terasa hari kemenangan semakin dekat didepan mata. Menjelang hariraya, ada beberapa deret hidangan khas tradisional yang menjadi penantian akan hadirnya. Salah satunya ialah Sekubal atau ketan lapis.
Terkenal dengan sebutan sekubal, olahan ketan yang menjadi kuliner khas Lampung ini tergolong salah satu kuliner Lampung yang masih banyak diminati masyarakat luas, baik pribumi maupun pendatang. Berbahan dasar ketan yang dikukus dengan santan dan dilapisi dengan daun pisang menjadi ikon kuliner ini.
Sekubal ini adalah salah satu dari beberapa makanan yang sangat dinantikan, terlebih pada hari-hari besar seperti hari raya. Tidak hanya itu, masyarakat Lampung juga kerap menyajikan kuliner ini sebagai menu wajib pada hari-hari besar, seperti acara pertunangan, pernikahan, khiatanan, begawi, dan acara adat lainnya. Untuk hari-hari biasa memang sangat sulit menemukan kuliner ini, terlebih di perdesaan dan kota kecil. Namun, masih ada masyarakat yang menjual sekubal ini pada hari-hari biasa, seperti di Kota Bandar Lampung. Selain penduduk yang padat, Kota Bandar Lampung merupakan pusat kota yang merupakan titiknya Provinsi Lampung.
Terlihat dari bentuk dan cita rasa, memang sekubal menyerupai lepat/lemang. Namun sekubal ini, terlebih bagi penulis pribadi memiliki cita rasa yang lebih nikmat dan berbeda. Sebab dari pembuatan dan pengemasannya pun berbeda. Cara menikmatinya pun beragam, tak hanya nikmat untuk dinimati secara langsung layaknya nasi dan ketupat, sekubal ini juga bisa dipadukan dengan kuah sayur, rendang, ikan, atau opor ayam. Selain itu juga, sekubal bisa dikombinasikan dengan isian manis sebagai penambah cita rasa, seperti tape ketan, kuah santan, atau lelehan gula merah. Agar rasanya semakin nikmat, sandingkan sekubal dengan teh hangat atau kopi panas.
Proses pembuatan sekubal ini bisa dibilang sangat lama, sebab pembuatan kuliner satu ini memerlukan waktu kurang lebih enam hingga sepuluh jam untuk mencapai hasil sempurna. Prosesnya meliputi perendaman, menanak, mencetak, hingga meletakkannya pada daun pisang yang digulung.
Adapun berikut bahan-bahan yang diperlukan serta tata cara pembuatannya. Bahannya antara lain; satu kilo gram ketan, dicuci bersih lalu dikukus, satu butir kelapa parut, diambil santan lalu direbus hingga berminyak, dan tambahkan garam secukupnya. Ketan yang sudah dikukus, diletakkan dalam wadah dan disirami dengan santan, lalu beri sedikit garam, setelah itu kukus kembali hingga matang. Selepas itu ketan dicetak menggunakan cetakan yang terbuat dari bungkus daun pisang yang digulung. Untuk mempermudahkan pemotongan, setiap takaran ketan diberi lapisan potongan daun pisang yang disusun secara berlapis-lapis, lalu diikat dengan tali. Lalu proses terakhir yakni merebus kembali hingga matang sempurna selama kurang lebih empat hingga enam jam. Setelah dimasak, sekubal diangin-anginkan agar kandungan airnya keluar, sehingga tidak mudah basi. Agar semakin awet bisa disimpan pada lemari atau kulkas.
Tertarik menimatinya? Bagi peara pecinta kuliner yang penasaran untuk mencicipi, kalian bisa membeli sekubal ini di pasar-pasar tradisional di kota besar, seperti Kota Bandar Lampung. Tidak hanya pada saat bulan Ramadhan saja, atau menjelang hari raya lho. Di hari-hari biasa pun kalian bisa menjumpainya, hanya saja agak sulit menemukan kuliner ini di perdesaan dan kota kecil.
Meski sudah menjadi kuliner yang telah menjadi tradisi secara turun-temurun, kuliner ini terlebih bagi penulis harus terus digenerasikan dan dikembangkan agar tetap menjadi budaya, terlebih bagi masyarakat Lampung. Sebab dari sudut pandang penulis, terlebih pada generasi muda (milenial) jaman sekarang, tradisi semacam ini sudah mulai menghilang. Selain proses pembuatan sekubal yang membutuhkan waktu banyak, juga banyak olahan makanan-makanan yang tren. Ditambah lagi hal yang praktis, sebab generasi muda jaman sekarang lebih suka dengan hal yang praktis alias cepat saji. Semoga kuliner dan juga budaya yang menjadi khas masyarakat Lampung semakin lestari dan dibudayakan.