Belakangan ini NFT (Non-Fungible Token) mulai populer di Indonesia setelah ada seorang mahasiswa yang sukses memperoleh pundi-pundi uang dengan berjualan foto dalam bentuk NFT di platform OpenSea. Sejak saat itu para netizen berbondong-bondong mempelajari NFT dan berharap bisa mendapatkan banyak cuan.
Perlu diketahui bahwa NFT adalah jenis aset digital pada jaringan blockchain yang memiliki kode identifikasi serta metadata yang unik dan berbeda satu sama lain (one-of-the-kind).
Selain itu, NFT juga dapat diartikan juga sebagai aset computerized (digital) yang merepresentasikan beragam macam barang berwujud maupun tak berwujud yang dianggap unik. Hal itu sama seperti instrumen investasi maupun aset pada umumnya, NFT memiliki nilai melalui mekanisme pasar (market-platform).
Dalam buku NFT & Metaverse: Blockchain, Dunia Virtual & Regulasi yang ditulis Sugiharto, Musa, dan Falahuddin (2022: 4-7), dijelaskan bahwa sejarah perkembangan NFT dibagi dalam tiga era; era Before Cryptokitties (2012-2016), Era Cryptokitties dan Cyptopunks (2017-2021), dan era Decentraland (Metaverse) (2021-masa depan).
NFT di era Before Cryptokitties
Eksperimen NFT pertama kali dibangun di atas jaringan blockchain Bitcoin. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan saat ini yang banyak menggunakan jaringan blockchain Ethereum yang lahir pada 2015.
Pada 4 Desember 2012, seorang peneliti dari Tel Aviv University Meni Rosenfeld merilis proposal whitepaper berjudul “Colored Coins”. Proposal ini digambarkan sebagai metode untuk merepresentasikan dan mengatur aset yang ada di dunia nyata pada jaringan blockchain Bitcoin serta dapat digunakan sebagai bukti kepemilikan atas aset tersebut. Kemunculan dari Colored Coin ini diyakini oleh pencinta cryptocurrency sebagai tonggak dimulainya pengembangan dari proyek NFT. Meskipun pada saat itu proyek Colored Coin tidak pernah terealisasi secara nyata dikarenakan keterbatasan dari jaringan Bitcoin dalam pengembangan proyek NFT.
Masih dalam buku NFT & Metaverse, disebutkan bahwa pada 3 Mei 2014 Kevin McCoy yang merupakan seorang seniman gambar digital telah berhasil menciptakan NFT untuk pertama kalinya yang dikenal dengan nama “NFT-Quantum”.
Gambar digital dari NET Quantum sendiri adalah gambar pixel persegi delapan (octagonal) yang yang membentuk gambar hipnotis (hypnotic way). Pada tahun 2021, NFT Quantum secara mengejutkan laku terjual dengan harga $14 juta pada rumah lelang Sotheby.
Dalam rentang waktu tahun 2014 sampai dengan 2016, perkembangan NFT mengalami kemajuan yang pesat. Eksperimen proyek NFT mulai dilakukan pada platform yang bernama “Counterparty” yang menggunakan jaringan blockchain Bitcoin 2.0. Pengguna jaringan blockchain Bitcoin 2.0 sudah mampu menciptakan aset digital yang di mana pada awal perkembangannya hal tersebut sulit untuk dilakukan.
Jaringan blockchain Bitcoin 2.0 banyak digunakan oleh para pengembang untuk menciptakan NFT pada masa itu, hal tersebut berbeda jauh dengan kondisi saat ini yang banyak menggunakan jaringan blockchain Ethereum dalam menciptakan aset digital.
Sejarah perkembangan NFT pada tahun 2016 diwarnai dengan semakin banyak bermunculan NFT bertema “meme”, salah satu yang terkenal adalah NFT “Rare Pepes” yang diluncurkan pada platform Counterparty.
Pada perkembangannya, penggunaan jaringan blockchain Bitcoin 2.0 untuk NFT banyak ditentang oleh komunitas pencinta Bitcoin, pada saat itu banyak yang berpandangan bahwa jaringan blockchain Bitcoin seharusnya digunakan untuk transaksi bukan diisi dengan gambar-gambar NFT yang hal ini sangat bertolak belakang dengan visi dan misi dari sang pencipta Bitcoin yaitu Satoshi Nakamoto.
Hal ini bukan tanpa alasan, karena jaringan blockchain Bitcoin memiliki masalah dalam skalabilitas atau throughput. Hal ini juga yang menjadi alasan bagi pengembang NFT untuk mencari alternatif jaringan blockchain yang dapat mengakomodasi dari perkembangan NFT pada masa yang akan datang. (MZN)