Setelah masyarakat di Jawa dan Bali diatur kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro selama beberapa bulan, pemerintah akhirnya resmi menetapkan PPKM Darurat selama 17 hari, Terhitung sejak Sabtu, 3 Juli 2021 hingga 20 Juli 2021 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat Darurat di Jawa dan Bali resmi diberlakukan. Hal ini merupakan imbas dari melonjaknya kasus harian Covid-19 di Indonesia, khususnya di pulau Jawa dan Bali dengan pulau dengan populasi penduduk terbanyak dan mobilitas masyarakat yang tinggi.
Perbedaan PPKM Mikro dan PPKM Darurat
Kebijakan selama PPKM mikro dengan PPKM darurat memiliki banyak persamaan dan perbedaan. Contoh persamaan dalam sektor pendidikan, PPKM mikro dan darurat sama-sama memberlakukan kegiatan belajar mengajar secara jarak jauh (daring). Sedangkan pada sektor lain, kebijakan PPKM darurat jauh lebih ketat dibanding mikro. Contohnya dalam sektor perkantoran, pada PPKM mikro kegiatan perkantoran atau tempat kerja baik perkantoran pemerintah (kementerian, lembaga daerah) maupun BUMN, BUMD, swasta diberlakukan ketentuan:
- Zona merah menerapkan work from home (WFH) 75 persen dan work from office (WFO) 25 persen.
- Zona lainnya menerapkan WFH 50 persen dan WFO 50 persen. Sedangkan selama PPKM darurat 100 persen WFH untuk sektor non-esensial.
Begitu juga di sektor usaha kuliner semacam kafe, restoran, dll ketika PPKM Mikro, kegiatan warung makan, rumah makan, restoran, kafe, pedagang kaki lima, lapak jalanan, baik yang berdiri sendiri maupun di pasar ataupun di pusat perbelanjaan atau mal, diberlakukan ketentuan: Makan atau minum di tempat atau dine-in paling banyak 25 persen dari kapasitas. Pembatasan jam operasional sampai dengan pukul 20.00 Layanan pesan-antar atau dibawa pulang atau take-away sesuai jam operasional restoran penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.
Baca juga: Tiga Pilar Utama Demi Terciptanya Tatanan Kehidupan yang Ideal
Sedangkan selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat, pelaksanaan kegiatan makan atau minum di tempat umum (warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan) baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada pusat perbelanjaan atau mal hanya menerima delivery atau take away dan tidak menerima makan di tempat (dine in).
Perbedaan PPKM dan PSBB
Banyak pendapat dari berbagai kalangan bahwa kebijakan saat ini disebut sangat mirip dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditetapkan pemerintah ketika awal mula penanganan Covid-19, tepatnya satu tahun yang lalu pada 2020. Bukan tanpa alasan, jika dilihat dari kebijakan-kebijakan selama PPKM ini ada beberapa poin yang hampir serupa dengan PSBB satu tahun silam. Mari kita bandingkan beberapa perbedaan dan persamaan antara PPKM Mikro dengan PSBB.
Secara regulasi dan wujud definitif contohnya, PSBB bertujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19, sedangkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat bertujuan untuk meminimalisir penularan Covid-19. Masalah penempatan dan lokalisasi, PSBB dilaksanakan di sejumlah kota-kota besar diluar pulau Jawa-Bali, sedangkan PPKM hanya dilaksanakan di sejumlah daerah yang berada di pulau Jawa-Bali. Baik PSBB dan PPKM darurat sama sekali tidak mengizinkan kegiatan masyarakat, seperti perkantoran, sekolah, tempat ibadah, pusat perbelanjaan, dan tempat umum lainnya.
Selain itu, untuk menunjang efektivitas selama PPKM darurat, banyak berbagai akses jalan raya utama yang juga dialihkan bahkan ditutup untuk mengurangi mobilitas masyarakat, khususnya di daerah Jabodetabek.
Fokus pemerintah selama PPKM darurat selain menekan melonjaknya kasus harian Covid-19 serta meminimalisir penularan Covid-19. pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat juga memfokuskan untuk menggalakkan dan mengoptimalkan program vaksinasi yang sudah mulai berjalan sejak awal tahun 2021.
5M dan 3T
Sejak Awal Pandemi, kampanye program 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jaral) yang diusung pemerintah sebagai bentuk pencegahan Covid-19 masih terus berlaku hingga saat ini. Dan semenjak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, pemerintah menambah dua poin M baru, yakni menjauhi kerumunan dan membatasi mobilisasi dan interaksi.
Selain perilaku disiplin 3M, 3T adalah upaya untuk semakin menekan penyebaran virus Covid-19, pemerintah juga memiliki gerakan 3T, yaitu Testing, Tracing, dan Treatment. Aksi 3T ini hendaknya dilakukan oleh otoritas terkait untuk melakukan pengujian, pelacakan, kemudian tindakan pengobatan atau perawatan kepada orang yang terpapar virus tersebut.
Stay Safe and Stay Healthy.
Penulis: M. Hilmy Daffa Fadhilah
(Mahasiswa PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)