Perang Rusia-Ukraina: Kepentingan Politik Negara Adidaya dan Bencana Kemanusiaan

790
Rusia Ukraina
Photo by Karollyne Hubert on Unsplash

Akhir-akhir ini, dunia dihebohkan dengan pemberitaan agresi militer Rusia terhadap Ukraina. Semenjak Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer khusus angkatan bersenjata Federasi Rusia di wilayah teritori Ukraina pada tanggal 24 Februari 2022, perang yang berkecamuk antara dua negara yaitu Rusia dan Ukraina terus berlangsung hingga saat ini.

Tercatat hingga saat ini (11/03/22) menurut situs resmi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bahwa korban-korban yang tewas telah berjumlah 2.870 orang dari pihak tentara Ukraina, 227 orang warga sipil Ukraina serta 498 orang dari pihak tentara Rusia. Perang yang melibatkan dua negara bekas wilayah Uni Soviet ini menjadi perbincangan paling hangat manca negara saat ini.

Kepentingan Pengaruh Politik Negara-Negara Adidaya

Perang yang menjadi salah satu perang terbesar di awal abad 21 tidak serta merta pecah begitu saja. Sejak 2014 lalu semenjak Ukraina menggulingkan pemerintahan Presiden Viktor Yanucovic yang pro Rusia, angkatan bersenjata Rusia sudah berhasil menganeksasi Krimea dan mengintegrasikannya ke dalam wilayah Federasi Rusia.

Selain itu, pemerintahan Ukraina yang sekarang dipimpin oleh seorang mantan aktor dan publik figur Ukraina, Volodymyr Zelensky juga dikenal sangat pro terhadap Amerika Serikat beserta sekutunya dan menginginkan agar Ukraina menjadi salah satu bagian dari pakta pertahanan Atlantik Utara (NATO). Sehingga hal ini memicu amarah Vladimir Putin yang melihat adanya ancaman apabila Ukraina menjadi anggota NATO.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Amerika Serikat dan Rusia merupakan dua negara yang memiliki kekuatan militer terbesar di dunia. Persaingan antara kedua sudah terjadi pasca perang dunia kedua yang kala itu masih menjadi bagian dari Uni Soviet. Antara Amerika Serikat dan Rusia masih melihat satu sama lain sebagai ancaman paling diwaspadai.

Kalau kita telah bersama melalui teori konflik Ralf Darhedof, dijelaskan bahwa adanya kepentingan terhadap kekuasaan merupakan salah satu unsur yang menyebabkan terjadinya suatu konflik. Maka dapat kita lihat secara sekilas bahwa perang yang terjadi di wilayah Eropa Timur ini adalah perang yang diakibatkan oleh kepentingan politik para negara-negara besar.

Kecaman Terhadap Rusia

Amerika Serikat beserta sekutunya di Eropa yang merupakan negara-negara yang berperan besar dalam percaturan politik mancanegara. Berbagai macam aspek seperti ekonomi, sosial, budaya, media mereka dominasi. Kita bisa melihat bagaimana kecaman yang diperoleh oleh Rusia begitu besar dengan adanya media-media besar yang mereka miliki.

Berbagai macam pemberitaan yang menyudutkan Vladimir Putin dan pihak-pihak yang menjadi mitra Rusia silih berganti menyerang tanpa henti. Sanksi-sanksi di bidang ekonomi juga terus berjatuhan menimpa Rusia. Selain itu sanksi-sanksi juga berdatangan dari ranah olahraga, Rusia didiskreditkan dari berbagai macam event olahraga yang ada seperti piala dunia 2022 dan lain-lain.

Hal yang berbanding terbalik justru terlihat dengan apa yang terjadi di Timur Tengah. Pada saat bersamaan, diberitakan bahwa telah terjadi penyerangan yang dilakukan oleh Tentara Israel terhadap warga-warga Palestina di kawasan Masjidil Aqsha. Namun dunia barat seakan menutup diri dengan apa yang terjadi di Palestina tersebut.

Yang lebih menyedihkan lagi, beberapa media besar milik barat tanpa ragu mengeluarkan statement-statement bernada rasis dalam pemberitaannya mengenai perang yang terjadi di Ukraina. Seperti misalnya salah satu koresponden CBS News Charlie D’Agata dalam wawancaranya yang menjelaskan bahwa Ukraina cenderung lebih beradab karena mereka adalah bagian dari Eropa, tidak seperti daerah-daerah konflik seperti Irak dan Afghanistan.

Kemudian ada pula David Sakvarelidze, mantan deputi kepala jaksa Ukraina dalam wawancaranya bersama media BBC News menggunakan diksi yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu orang-orang Eropa bermata biru dengan rambut pirang terbunuh akibat misil Vladimir Putin. Selain kedua contoh tadi, masih ada pula beberapa contoh pernyataan-pernyataan bernada rasis yang ada dalam pemberitaan media-media barat.

NATO dan Sekutunya

Bukan hanya itu, melalui pemberitaan BBC News juga dijelaskan bahwa banyak pengungsi-pengungsi berkulit hitam serta para imigran lain mendapatkan perlakuan beraroma rasis. Mereka bahkan dilarang untuk mengungsi melintasi perbatasan Ukraina. Sangat menyedihkan apabila kita melihat ironi yang terjadi tersebut.

Dari pihak Rusia sendiri beranggapan bahwa NATO telah melanggar komitmennya untuk tidak memperluas wilayah ke timur. Putin melihat bahwa Ukraina merupakan banteng pertahanan yang tidak boleh diintegrasikan ke dalam wilayah NATO. Karena apabila Ukraina menjadi anggota NATO, maka Amerika Serikat akan sangat mudah untuk meletakkan rudal-rudal yang sewaktu-waktu dapat menghantam wilayah Moskow.

Dapat diperkirakan bahwa perang yang berkecamuk ini mungkin saja tak akan terjadi apabila tidak ada campur tangan Amerika beserta sekutunya. Persaingan pengaruh antara Amerika Serikat dan Rusia ini benar-benar memberikan dampak yang begitu besar tidak hanya di Ukraina, namun juga dampaknya begitu berpengaruh secara global.

Mulai dari pasokan gandum global yang menipis yang disebabkan oleh peran Ukraina sebagai eksportir gandum terbesar di dunia, hingga harga minyak mentah dunia melambung tinggi. Menurut situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), harga minyak mentah dunia (11/03/22) menyentuh angka US$ 139, 13 per barel. Menjadikan ini sebagai kenaikan harga minyak mentah tertinggi sepanjang sejarah.

Berbagai macam dampak-dampak buruk telah dirasakan di beberapa tempat. Inilah yang harusnya kita waspadai bersama mengenai bahaya buruknya persaingan antar negara-negara adidaya terjadi. Selain memang bahaya persaingan senjata nuklir juga terus membayangi kita semua. Karena 90% senjata nuklir di dunia itu dimiliki oleh Rusia dan Amerika Serikat.

Persaingan antar negara-negara adidaya ini diperkirakan akan terus berlangsung dan bahkan semakin memburuk dalam waktu yang lama. Persaingan antara Amerika, negara anggota Uni Eropa beserta sekutu-sekutunya dengan Rusia, Tiongkok dan negara-negara mitranya harus kita pahami bersama secara bijak dan teliti. Khususnya bagi kita rakyat dan pemerintah Indonesia harus mencermati betul bagaimana posisi Indonesia dalam menanggap hal tersebut.

Baca juga: Refleksi Pancasila: Pengendali Krisis Kemanusiaan

Perang Akan Selalu Memberikan Dampak Buruk Bagi Kemanusiaan

Terlepas dari apa yang telah saya paparkan diatas, tidak ada sedikit pun niat bagi saya selaku penulis kolom ini untuk membenarkan apa yang dilakukan oleh Putin terhadap Ukraina. Karena tentu saja setiap kepentingan, setiap perang, yang akan menjadi korban adalah rakyat-rakyat biasa yang tak bersalah. Perang ini merupakan salah satu bentuk bencana kemanusiaan.

Rakyat adalah korban dari semua sejarah peperangan umat manusia. Mulai dari perang Revolusi Prancis, perang dunia pertama, perang kedua, hingga perang Rusia-Ukraina yang terjadi hari ini adalah bukti perang akan selalu meninggalkan kisah-kisah kelam pertumpahan darah umat manusia.

Kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah Indonesia hari ini terhadap menyikapi situasi di Ukraina yang mengutamakan keselamatan warga Indonesia di sana, serta warga sipil Ukraina melalui jalur diplomasi patut diacungi jempol. Tapi yang pasti, gebrakan yang lebih besar masih kita tunggu bersama mengenai apa langkah pemerintah Indonesia berikutnya.

Yang pasti, apa yang terjadi di Ukraina hari ini, begitupula Palestina, Suriah, Yaman, Afghanistan serta wilayah-wilayah lain memberikan sebuah pembelajaran bagi kita bahwa kita harus memperjuangkan kesetaraan antar umat manusia. Setiap manusia berhak hidup dengan damai dan tidak berhak tersakiti oleh kepentingan-kepentingan para penguasa.

Penulis: Muhammad Ahsan Rasyid