Awal proses penanaman pendidikan Islam terletak pada lingkungan keluarga, terutama kedua orang tua. Anak adalah amanah Allah SWT, maka orang tua harus menerima tugas ini dengan penuh tanggung jawab untuk mendidik dan mengasuh anaknya sebaik mungkin. Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar untuk memberikan pendidikan Islam kepada anaknya, membentuk dan membimbingnya secara pribadi anak mereka dengan menerapkan nilai-nilai dan moral Islam.
Menurut Zakiyah Darajat, keyakinan dan pemahaman agama pada anak tumbuh beriringan dengan pendidikan yang ia terima dari keluarganya (orang tua). Jika keteladanan dan pembiasaan selalu terpola dalam kesehariannya maka bisa terwujud harapan orang tua menjadikan anak nya sebagai anak yang shaleh.
Baca Juga: Menyesuaikan dengan Normal Baru: Strategi Pasar Maskapai Penerbangan Indonesia Pasca-COVID
Selain pendidikan yang diberikan oleh orang tua di lingkungan keluarga, anak juga membutuhkan pendidikan dari luar. Salah satu lembaga pendidikan Islam informal adalah Taman Pendidikan Al-Quran (TPA). Dengan didirikannya TPA sebagai lembaga pendidikan Islam informal di masyarakat, dapat membantu orang tua untuk mendidik anaknya mengikuti dan memperdalam pendidikan Islam. TPA berperan penting dalam mencetak generasi pemimpin bangsa yang berakhlak mulia dan berkontribusi dalam pendidikan karakter.
Perkembangan TPA dimulai pada tahun 1990-an dengan ditemukannya berbagai cara membaca Al Quran dan Iqro. Hingga saat ini perkembangan TPA menunjukkan peningkatan dari kesadaran masyarakat mengenai pentingnya nilai-nilai Islami bagi pondasi dan masa depan anak-anaknya. Dengan disahkannya PP. No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan maka makin memperkuat lembaga pendidikan Al Qur’an.
Pendidikan karakter ditujukan untuk mengelola sikap seseorang agar memiliki kepribadian yang baik. Pendidikan karakter adalah proses perubahan nilai untuk menunjukkan akhlak yang baik. Pendidikan karakter anak sejak usia dini merupakan langkah awal pembentukan kepribadian anak, sehingga pendidikan diperlukan sejak dini. Karakter yang ditanamkan pada anak sejak kecil menyebabkan seseorang memiliki akhlak yang baik dan berakhlak mulia.
TPA merupakan salah satu tempat untuk proses penanaman karakter sejak kecil dengan berbagai kegiatan atau programnya. Kegiatan yang dilakukan melalui TPA diharapkan dapat membentuk karakter anak sejak dini. Program ini dirancang untuk mengembangkan ilmu agama agar anak dapat memahami dan mengamalkan Al-Qur’an serta berakhlak mulia. TPA juga berperan untuk memperkaya anak dengan sifat-sifat terpuji, bukan hanya kebiasaan berbuat baik dan menjauhi larangan-Nya. Melalui pembiasaan yang dilakukan, maka anak cenderung melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk.
Mengingat bahwa materi yang diajarkan tidak hanya terfokus pada membaca dan menulis Alquran, tetapi juga memberikan materi tentang ibadah, aqidah, dan akhlak yang bertujuan untuk mempersiapkan anak menjadi individu Qurani yang menjadikan Al-quran sebagai pedoman hidupnya.
Pendidikan TPA tidak menolak dimensi intelektual, namun lebih menekankan pada dimensi moral. Anak akan mendapatkan pendampingan keagamaan yang lebih intensif dibandingkan dengan pendidikan sekolah formal. Hal ini diharapkan dapat menambah kenyamanan belajar sehingga materi yang disampaikan lebih mudah dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini maka jelas bahwa TPA sudah ikut andil berperan dalam pendidikan karakter sesuai dengan fungsi pendidikan pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kerja sama antara guru dan orang tua sangat penting untuk membantu membentuk karakter anak. Komitmen guru untuk mensosialisasikan nilai-nilai agama secara formal dan informal melalui TPA untuk membangun generasi yang tidak hanya ber-IPTEK tetapi juga ber-IMTAQ. Dengan kerjasama antara guru dan orang tua, anak menjadi lebih peduli dalam mengurangi pelanggaran nilai-nilai agama dan nilai karakter.
Saat ini, teknologi berkembang sangat pesat begiru juga dengan gaya berpakaian, gaya berbicara, dan segala macam informasi dapat dengan mudah diakses di internet. Tentu saja, perkembangan teknologi yang semakin maju ini memiliki efek positif dan negatif. Dalam mengatasi hambatan-hambatan yang ada dalam pembinaan kepribadian anak, maka diharapkan TPA disediakan di masjid-masjid dapat memberikan kontribusi yang positif.
Penulis adalah Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta