Oleh:Habib Hamid Ja’far Al Qadri
Allah menciptakan mimpi di muka bumi ini kepada umat manusia. Allah ciptakan khayalan yang semuanya berasal dari pada keinginan. Tatkala manusia berkhayal di dalam hidupnya. Me-manage dan membuat sebuah program di dalam hidupnya, di situ lahirlah sebuah keinginan yang kuat untuk meraih sesuatu yang disebut denga cita-cita.
Imam Ibnu ‘Athoillah as-Sakandari mengatakan tentang orang-orang yang berdoa. Tidaklah Allah subhanahu wata’ala memberi ilham kepada seorang yang sedang berdoa di dalam doa-doanya, melainkan di situ Allah subhanahu wata’ala akan mengabulkan segala permintaan dan doa-doanya. Tidaklah ada hati yang ber-ta’alluq atau berkaiatan kepada sesuatu, melainkan sesuatu tersebut pasti akan diraihnya. Tatkala Allah subhanahu wata’ala menciptakan rasa lapar, maka di situ ada rasa kenyang. Tatkala seorang mengalami rasa dahaga, maka Allah juga telah menyiapkan air yang dapat menghilangkan rasa dahaga dan haus yang dirasakannya.
Maka segala apapun, mimpi-mimpi kita di muka bumi ini. Segala apapun, harapan kita, yang kita bangun di bumi ini, maka di situ Allah subhanahu wata’ala akan mengabulkan cita-cita tesebut. Akan tetapi, sesungguhnya kadang kala cita-cita tidak kita raih karena beberapa sebab. Seperti yang dikatakan oleh penyair, (ia) mengatakan :
Yudabbirul mar’u tsumma yubrihumu, fatashriful ‘anhul maqodiru liya’lamal mar’a anna laisa lahu wa fauqo taqdiruna lillahi taqdiruh
Seseorang me-manage sesuatu di dalam hidupnya. Dia merencanakan, dia membikin sebuah program di dalam hidupnya, akan tetapi kadang ada hal yang lebih baik yang ingin Allah berikan kepada orang ini, kemudian dipalingkan dari cita-cita yang dia bangun dan yang dia impikan. Agar dia tahu wa fauqo taqdiruna lillahi taqdiruh, karena sesungguhnya di atas takdir kita, di atas program kita ada program Allah subhanahu wata’ala.
Orang mukmin akan senantiasa tenang di dalam menghadapi apapun. Orang mukmin akan menjadikan kegagalan demi kegagalan yang dia rasakan sebagai pelajaran dan dia akan membangun sebuah cita-cita yang lebih tinggi dari pada cita-cita sebelumnya. Dan dia meraih sebuah hal yang lebih agung dari pada mimpi yang dia impikan sebelumnya.
Sehingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa’alihi wa sohbihi wasallam memuji sifat orang mukmin yang demikian itu. Beliau mengatakan ‘ajaban li amril mukmin (artinya) sungguh sangat mengherankan urusan orang mukmin. Kenapa tidak? Bilamana dia mendapatkan musibah, dia bersabar dan mengembalikan kepada Allah subhanahu wata’ala. Cita-citanya gagal, dia akan kembalikan kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan bilamana ia meraihnya, maka dia akan bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka dalam kondisi apapun, orang mukmin akan senantiasa tenang (dan) bahagia. Dan itu lah hakikat dari pada segala cita-cita meraih kebahagiaan.