Metaverse dan Kesehatan Mental di Ruang Virtual

1000
Metaverse
Pixabay

Media baru Metaverse tengah hangat dibicarakan masyarakat di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Metaverse sendiri merupakan bagian dari perkembangan teknologi web 3.0 dengan terwujudnya generasi yang lebih canggih dari teknologi yang sudah ada.

Metaverse juga sering menjadi tema dalam pembahasan publik. Bahkan sejumlah pakar di perguruan tinggi juga mengomentari tentang kehadiran metaverse. Apalagi, setelah ada banyak perusahaan raksasa teknologi yang mulai beralih dan berinvestasi di metaverse.

Proyek Turunan Metaverse

Salah satunya adalah Facebook berubah menjadi Meta melalui pengumuman yang dilakukan oleh pendirinya yaitu Mark Zuckerberg. Jejak Mark juga diikuti oleh sejumlah publik figur di Indonesia seperti Raffi Ahmad.

Rabu (16/3/2022) kemarin resmi mengumumkan proyek metaverse pertama miliknya bernama RansVerse. Ia menyediakan 24 ribu lebih bidang tanah virtual di dalamnya. RansVerse adalah metaverse yang menggunakan teknologi blockchain sebagai fondasi. Terdapat sejumlah fitur yang ada di dalam RansVerse.

“Nanti memang ada aktivitas seperti game, konten yang bisa ditonton, kita juga mau ada ecommerce system juga. Tentunya, perdagangan barang dan jasa juga,” kata Raffi di Bekasi, Jawa Barat.

Sementara pembelian aset di dalam Ransverse akan menggunakan $VCG Token yang sudah masuk pasar Indonesia melalui Indodax dan lolos dalam audit Certik. VCGamers menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang menggelar AMA (Ask Me Anything) dengan auditorCertik, pada 18 Maret 2022 lalu.

Lalu apa sih kelebihan dan kekurangan metaverse ini? Bagaimana pula dampaknya terhadap mental?

Dampak Penggunaan

Pakar kajian media asal Universitas Airlangga (Unair) Prof Rachmah Ida menerangkan, adopsi dari inovasi media ini memiliki penerimaan yang berbeda-beda secara segmen. Kalangan muda urban yang teknologi sebagai “the have”, memiliki resources ekonomi dan senang mencoba hal baru, akan menjadi pengadopsi inovasi awal atau disebut early adopter.

Namun demikian untuk bisa mengakses Metaverse butuh transfer data yang banyak, sehingga membutuhkan infrastruktur internet yang baik.

Prof Ida menambahkan, masuknya media baru artinya menghadapi tantangan baru. Dalam dunia virtual reality Metaverse, pengguna akan disuguhi oleh berbagai fitur berbayar dan juga aksesori untuk mempercantik tampilan digital avatar.

Hal ini dianggap Ida sebagai hal yang memicu konsumerisme pada pengguna.

“Konsep semacam ini sebenarnya sudah diterapkan saat second life muncul, dan American Express menjadi kartu kredit yang digunakan untuk pembayaran objek virtual menggunakan uang yang nyata,” sebut dosen prodi Ilmu Komunikasi UNAIR itu.

Di antara Dua Ruang

Meski menjadi inovasi yang positif dalam teknologi, pengguna dunia realitas digital juga harus berhati-hati.

“Selain pada fisik, gangguan juga bisa terjadi pada mental pengguna, yaitu saat menyaksikan dunia sesungguhnya merupakan hal yang jauh berbeda dengan yang ada di dalam dunia digital,” tuturnya.

Beberapa pakar kesehatan mental dan psikolog juga mengatakan dampak metaverse bisa lebih buruk dari media sosial. Khususnya bagi anak-anak dan remaja.

Melansir CNBC Internasional, mereka sepakat metaverse tidak aman bagi anak-anak dan remaja. Dibuktikan dari penelitian terbaru menunjukkan banyak efek negatif yang dihasilkan.

Penelitian itu membandingkan media sosial, yang memberikan dampak buruk bagi anak anak dan remaja. Mulai dari maraknya intimidasi, pelecehan hingga masalah hingga harga diri, dan citra tubuh.

Meski di sisi lain ada juga ahli yang beropini perusahaan teknologi sudah menanggapi serius hal kesehatan mental bagi anak-anak. Sehingga mulai membangun solusi dalam produk metaverse mereka.

“Semua alat baru ini dan semua kemungkinan baru dapat digunakan untuk kebaikan atau kejahatan,” kata Mitch Prinstein, Psikolog Klinis dan juga Chief Science Officer American Psychological Association.

Sementara pikiran remaja yang sedang terbentuk banyak masukan gagasan yang berasal dari eksternal. Sehingga dapat mengacaukan identitas remaja.

“Anda adalah apa yang orang lain pikirkan tentang anda. Gagasan untuk dapat memalsukan identitas anda dapat berdampak berbeda dan bisa mengacaukan identitas remaja,” kata Prinsten.

Baca juga: NFT, Metavers dan Tren Beli Lahan Virtual Sebagai Aset Digital

Media Sosial dan Realitas Virtual

Prinsten juga khawatir perusahaan teknologi menargetkan sosial dan platform metaverse pada demografi anak anak dan remaja. Sementara pada rentang itu sangat penting untuk perkembangan mental dan emosi otak mereka

“Ini hanya memperburuk masalah yang kita lihat dengan efek media sosial,” jelasnya.

Albert Rizzo Psikolog yang juga menjabat Direktur Realitas Virtual Medis di Institute Teknologi Kreatif USC, mengatakan saat ini media sosial saja sudah berbahaya bagi anak-anak dan remaja. Di mana realitas virtual dapat memperburuk masalah itu. “Ada potensi tenggelam pada dunia virtual,” kata Rizzo.

“Karena begitu masuk satu ruang anda tidak dapat disentuh secara fisik, kita bisa terpapar realisme yang dapat menyerang secara psikologis,” tambahnya.

Sehingga dapat menciptakan rasa kesepian serta permasalahan citra tubuh, serta kontan yang berbahaya terkait dengan bunuh diri.

Selain itu penggunaan avatar digital 3D di Metaverse juga membawa masalah lain, karena mampu memodifikasi. Dimana bisa memproyeksikan versi diri pengguna yang berbeda dari kehidupan nyata.

“Sangat berbahaya bagi remaja,” jelas Rizzo.

Di sisi lain metaverse memiliki banyak manfaat dan keuntungan jika pengguna menggunakannya dengan optimal dan sebaik mungkin.

Sisi Positif

Berikut adalah beberapa potensi keuntungan yang dapat diperoleh dari metaverse.

Pertama, ruang kantor virtual. Masyarakat Indonesia atau bahkan dunia mungkin sudah tidak asing lagi dengan aplikasi Zoom, Skype, Microsoft Teams, dan aplikasi meeting online lainnya selama adanya pandemi. Namun, manfaat metaverse dapat membawa ke tingkat selanjutnya dengan menyediakan ruang kantor virtual kepada pengguna yang akan membuatnya terasa seakan semua orang berada di ruangan yang sama.

Kedua, membuka peluang pemasaran baru. Tidak hanya sebagai sarana hiburan dan komunikasi metaverse juga dapat dijadikan ide usaha ataupun media promosi yang sangat memungkinkan. Salah satu contohnya adalah membuat papan reklame virtual atau membuat pakaian bermerek muncul dalam game sama hal nya seperti di kehidupan nyata. Ini dapat dibeli secara terprogram atau dinamis di Roblox dengan CPM mulai dari 86 ribu hingga 170 ribu rupiah di sebuah platform.

Ketiga. Tur Virtual ke seluruh dunia. Metaverse juga dapat membantu “mewujudkan” keinginan yang kita harapkan di dunia nyata, contohnya seperti tur virtual ke seluruh dunia yang tentunya sangat memungkinkan karena dapat meminimalisir uang yang kita keluarkan jika dibandingkan tur seluruh dunia di kehidupan nyata.

Penulis: Suci Amaliyah