Menyusun Strategi Di Tengah Pandemi

923

Oleh: Muhamad Dhofier
(Pendiri Komunitas Pengkaji Pendidikan – Kopi Pendidikan)

Umumnya kita, memulai kebiasaan baru bukan hal mudah. Sebagai makhluk sosial, bertemu orang lain secara fisik menjadi kebutuhan utama. Kurangnya mobilitas mengundang ‘efek samping’ fisik dan psikologis. Himbauan bekerja, belajar, dan beribadah di rumah membentangkan jarak perjumpaan.

Wabah Covid-19 menjadi perbincangan yang kerap membuat mental kepayahan. Di tengah gempuran informasi, kita dituntut memiliki kecerdasan tambahan, kemampuan memilih dan memilah informasi yang benar.

Adalah keluarga sumber pencerahan. Bersama kesulitan, kemudahan menyertai, seturut cara pandang kita terhadapnya. Keluarga menjadi pijakan melihat persoalan dengan jernih lalu menginspirasi solusi bijak.

Seruan Yudi Latif, gelap tak berarti buruk, dalam kegelapan malam, kelap-kelip gugusan bintang dan terang bulan menerbitkan keindahan. Sementara cerah tak melulu bermakna keceriaan, di bawah terik matahari, bagi mereka yang tidur adalah kepekatan. Dua-duanya tetap anggun bila diri diliputi keluasan kalbu.

Keharmonisan keluarga merupakan jendela pencerahan. Saat layar malam menutup senja, jendela rumah berfungsi wahana menikmati keheningan. Jendela tempat kita melihat kanvas malam tanpa takut angin malam menusuk. Di kala siang, jendela tempat kita menyaksikan curahan sinar matahari tanpa khawatir kepanasan.

Andai sebentuk rumah ambruk tak berjendela, kenikmatan memandang langit malam mengharuskan kewaspadaan kalau-kalau hujan turun atau angin kering menerpa. Begitu pun saat tubuh menyenangi siraman cahaya mentari, tanpa naungan rumah, sengatan matahari tengah hari boleh jadi berbahaya.

Demikian keharmonisan keluarga. Ibarat sebentuk rumah, sumber cinta yang melahirkan kebahagiaan. Sindhunata dalam novelnya “Putri Cina”, “janganlah engkau mencari kebahagiaan, sebab dengan mencari kebahagiaan engkau hanya akan menemukan kemalangan. Maka apa yang harusnya engkau cari dan buat adalah cinta dan mencintai karena hanya dengan itu, dirimu akan menjadi bahagia dan menemukan kebahagiaan”. Keluarga adalah sumber cinta.

Menjadi guru

Momentum bekerja dari rumah adalah kesempatan kita membayar ‘hutang’ pada anak-anak yang selama ini diserahkan sepenuh-penuhnya kepada gurunya di sekolah. Meme yang menyindir orangtua bahwa anaknya tak betah belajar di rumah lantaran orangtuanya lebih galak dari gurunya mesti dibalik. Orangtua harus berani membuktikan bahwa belajar di rumah bersamanya jauh menyenangkan.

Keluarga memiliki fungsi pendidikan. Kehidupan kita sekarang, menurut Thomas Armstrong adalah buah dari apa yang dulu orangtua tanam. Jika hari ini kita tak berani mencoba hal-hal baru, itu semata penegasan, dulu orangtua mendominasi sudut pandangnya dan sebagai anak, kita mengekor belaka. Saatnya orangtua menjadi guru menyenangkan bagi anak-anaknya di rumah. Pola bekerja dari rumah, barangkali akan menjadi tradisi baru bahkan setelah pandemi ini berlalu.

Keluarga juga memiliki fungsi sosial. Sebagai unit terkecil masyarakat, keluarga sejatinya peletak dasar bangunan karakter anak. Karakter yang dibutuhkan setiap saat adalah empati, kepedulian terhadap sesama.

Di balik keprihatinan ini, pandemi virus Covid-19 tak serta-merta memberangus kehidupan. Saatnya kita berbagi sesuai batas-batas yang kita mampu. Orangtua bisa memberikan keteladanan menghidupkan sikap solidaritas.

Pembenihan rasa empati melalui contoh nyata, secara teguh membekali sang buah hati kelak menjadi bagian yang berperan positif di masyarakat. Dalam kehidupannya nanti anak dengan kesadaran sendiri mampu memaknai hidup, pengabdian dan keterpanggilan membantu masyarakat sesuai kapasitas pribadi.

Peran Spiritual

Kelahiran adalah wujud cinta Tuhan untuk semesta. Maka sandaran hidup kita adalah cinta kepada-Nya. Misi kehidupan kita untuk mengabdi (beribadah) kepada Yang Maha Pencipta. Kesungguhan menghamba tak lantas dimaknai sempit, sebatas ritus-ritus ibadah.

Menjadi kekasih Allah, adalah mereka yang menjadi manusia sejati. Dalam peringatan haul Gus Dur, KH. Mustofa Bisri pernah mengatakan bahwa puncak spiritualitas adalah menjadi manusia. Beliau mencontohkan Gus Dur. Seorang kyai yang senantiasa di tengah umat. Hampir seluruh hidupnya, Gusdur wakafkan untuk kemaslahatan.

Kesalehan seseorang tak hanya tercermin dari kuantitas ibadah saja. Kesalehan individu haruslah berpendar kedamaian, kepedulian dan kerukunan di tengah masyarakat. Bukankah sebaik-baik manusia adalah mereka yang menebar kemanfaatan bagi sesama. Kesalehan pribadi akan semakin teguh bila menuju kesalehan sosial.

Di tengah kesibukan, mengingatkan hal semacam itu pada anak mungkin terlewatkan. Menyerahkan pendidikan moral seluruhnya pada sekolah adalah mustahil. Kesempatan baik bersama keluarga menghangatkan komunikasi yang kerap terjeda oleh gaduhnya kepentingan diri tiap anggota keluarga.

Melatih kepemimpinan

Apakah sempat kita mengajarkan anak-anak menjadi pemimpin yang baik, sementara waktu bertemu dengan mereka selalu berjarak sebab pekerjaan. Apa rasanya, di tempat kerja kita disegani karena kesungguhan memimpin bawahan, namun kecakapan itu tak pernah disaksikan langsung oleh anak sendiri.

Saat keharusan bekerja dari rumah, merupakan keluasan berkah agar kita dikenali seutuhnya sebagai pemimpin rumah tangga yang patut diidolakan anak. Keluwesan komunikasi dengan anak sangat berbeda ketika kita berhadapan dengan kolega di kantor. Dibutuhkan banyak cara bertutur dengan anak agar mereka betah mendengarkan.

Mungkin di antara kita pernah merasakan sendiri. Anak kita lebih percaya gurunya di sekolah ketimbang orangtuanya. Saya pernah terkejut sewaktu anak mengatakan membeli makanan di kedai tertentu hukumnya haram. Saya harus memilih-milih diksi yang pas agar anak saya tahu bahwa gurunya keliru, tapi tak memudarkan kepercayaan pada gurunya.

Mari kita kembalikan keluarga menjadi ruang inspirasi. Sumber cinta yang melahirkan kebahagiaan. Jika kita sudah mulai merasakan bosan, kata Gede Prama, boleh jadi belum mencapai puncak kedalaman, kesunyian yang menggetarkan nilai-nilai illahi. Selamat memetik kehangatan dengan keluarga, semoga wabah Corona cepat berlalu.