Dalil Mencintai Habib dan Ulama
Banyak sekali dalil yang menjelaskan tentang keutamaan mencintai habib dan ulama. Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat, mereka yang merupakan keturunan Fatimah dari jalur Hasan maupun Husain adalah keturunan Rasulullah Saw melalui jalur nasab.
Adapula orang lain yang bisa menyambung kepada Nabi Muhammad Saw bukan melalui jalur nasab, tapi karena jalur sebab. Mereka adalah para ulama yang benar-benar ulama, yaitu mereka yang selain alim juga mengamalkan ilmunya.
Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju ke surga. Sesungguhnya malaikat akan meletakan sayap-sayap mereka kepada penuntut ilmu sebagai bentuk keridhaan terhadap apa yang dia perbuat. Sesungguhnya semua yang ada di langit dan di bumi memintakan ampun untuk seorang yang berilmu sampai ikan yang ada di air.
Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibandingkan dengan ahli ibadah sebagaimana keutamaan bulan purnama terhadap semua bintang. Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil bagian ilmu maka sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Ibnu Majah)
Artikel sebelumnya: Mengenal Lebih dalam Istilah Habib dan Ulama
Warisan Berharga Sang Nabi
Nabi Muhammad Saw tidak meninggalkan harta benda, bukan dinar, bukan pula dirham. Yang ditinggalkan adalah ilmu. Oleh karena itu yang menjadi pewaris gudang ilmu Rasulullah adalah orang-orang yang berilmu.
Baik itu dzurriyyah (keluarga) secara nasab maupun tidak. Apabila ternyata ada dzurriyah Rasul secara nasab namun ia sekaligus menjadi ulama, lengkaplah dia karena keilmuan dan mempunyai keturunan darah daging Rasululllah Saw yang mulia.
Dalam kitab al-Fushul al-Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hikamiyyah, Sayyid Abdullah bin
Alawi al-Haddad menghimbau kepada umat Islam untuk mencintai Ahli Bait.
“Ahli Bait memiliki kemuliaan tersendiri, dan Rasulullah Saw telah menunjukkan perhatiannya yang besar kepada mereka. Beliau berulang-ulang berwasiat dan mengimbau agar umatnya mencintai dan menyayangi mereka.
Dengan itu pula Allah Swt telah memerintahkan di dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya: “Katakanlah wahai Muhammad, tiada aku minta suatu balasan melainkan kecintan kalian pada kerabatku.”
Dari kutipan di atas dapat ditegaskan bahwa kaum muslimin memang harus menghormati dan mencintai Ahli Bait bukan saja karena kekerabatan mereka dengan Rasulullah Saw, tetapi juga karena Allah Swt telah memerintahkan kepada beliau untuk berseru kepada umatnya agar mencintai kerabat beliau.
Dengan kata lain, perintah untuk mencintai Ahli Bait merupakan perintah dari Allah Swt. Rasulullah sebagai pemimpin kaum muslimin tidak meminta balasan apa pun dari umatnya kecuali kecintaan mereka kepada keluarga dan keturunan beliau.
Respon atas Kekhilafan Habib dan Ulama
Manusia adalah tempatnya lupa dan khilaf, begitu juga dengan habib dan ulama. Sayyid Abdullah al-Haddad mengingatkan agar dalam memberikan penghormatan dan kecintaan kepada Ahli Bait, kaum Muslimin bersikap wajar dan tidak berlebih-lebihan serta menghimbau agar mereka tetap dihormati semata-mata karena mereka adalah kerabat Nabi Muhammad Saw dengan tidak meninggalkan perlunya memberikan nasihat kepada mereka.
“Seluruh kaum Muslimin hendaknya memastikan kecintaan dan kasih sayang mereka kepada Ahli Bait, serta menghormati dan memuliakan mereka secara wajar dan tidak berlebih-lebihan.
Adapun mereka yang berasal dari keluarga dan keturunan Rasulullah Saw ini yang tidak menempuh jalan leluhur mereka yang disucikan, lalu mencampur adukkan antara yang baik dan yang buruk disebabkan kejahilannya, seyogyanyalah mereka tetap dihormati semata-mata karena kekerabatan mereka dengan Nabi Muhammad Saw.
Namun siapa saja yang memiliki keahlian atau kedudukan untuk memberi nasihat, hendaknya tidak segan-segan menasihati dan mendorong mereka kembali menempuh jalan hidup para pendahulu mereka yang saleh-saleh, yang berilmu dan beramal kebajikan, berakhlak terpuji dan berperilaku luhur.”
Kemudian Sayyid Abdullah al-Haddad melanjutkan:
“Ada yang mengatakan, ‘Biarlah, mereka adalah dari Ahli Bait, Rasulullah Saw pasti akan bersyafaat kepada mereka, dan mungkin pula dosa-dosa yang mereka lakukan tak akan menjadi mudarat atas mereka.’ Sungguh ini adalah ucapan yang amat buruk, yang menimbulkan mudarat bagi si pembicara sendiri dan bagi orang-orang lainnya yang tergolong kaum jahil.
Bagaimana bisa seseorang berkata seperti itu, sedangkan dalam Al-Qurán, Kitab Allah yang mulia terdapat petunjuk bahwa anggota keluarga Rasulullah dilipatgandakan bagi mereka pahala amal baiknya, demikian pula hukuman atas perbuatan buruknya.”
Jadi sekali lagi, ada kewajiban bagi kaum muslimin untuk menghormati dan mencintai Ahli Bait karena mereka memiliki kekerabatan dengan Rasulullah. Perintah ini memiliki dasar di dalam Al-Qur’an, surat Asy-Syura, ayat 23.
Disamping itu ada kewajiban lain bagi orang-orang tertentu yang memiliki kapasitas untuk menasihati jika ada dari mereka berbuat kemaksiatan dan berperilaku tercela. Perbuatan dosa yang mereka lakukan akan dilipat gandakan hukumannya.
Namun cara menasihati mereka harus tetap baik dan hormat karena bagaimanapun mereka adalah dzurriyyah Rasulullah.
Dengan demikian dapat kita ambil kesimpulan. Pertama, nasab Nabi merupakan nasab mulia apabila dibarengi dengan mengikuti aturan-aturan Nabi.
Kedua, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk bisa dianggap menjadi Ahli Bait Nabi dengan cara mengikuti jejak dan perilaku beliau.
Ketiga, dzurriyyah Nabi secara garis nasab bisa tidak dianggap sebagai dzurriyyah apabila tidak mengikuti jejak perilaku Rasulullah. Keempat, dzurriyah yang sekaligus pengikut ajaran Rasulullah tentu kedudukannya sangat tinggi dan terhormat.
Penulis: Ahmad Fakhri Azizi, Lc, S.Pd.