Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2/1989 Pasal 39 ayat 2 menegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat: (a) pendidikan Pancasila, (b) pendidikan agama, dan (c) pendidikan kewarganegaraan.
Pasal tersebut dapat dipahami bahwa bidang studi pendidikan agama, baik agama Islam maupun agama lainnya, merupakan komponen dasar/wajib dalam kurikulum pendidikan nasional.
Dalam konteks ini, pakar pendidikan Dr. Akmal Hawi dalam buku Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam (2014: 36-37) menyebut, pada hakikatnya kurikulum dikaji berdasarkan tingkatan-tingkatan pendidikan sebagaimana berikut.
1. Kurikulum dapat diartikan sebagai serangkaian tujuan pendidikan yang menggabungkan berbagai kemampuan, nilai dan sikap yang harus dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik dari suatu satuan jenjang pendidikan.
2. Kurikulum dapat diartikan sebagai kerangka materi yang memberikan gambaran tentang bidang-bidang pelajaran yang perlu dipelajari oleh para siswa untuk menguasai serangkaian kemampuan, nilai dan sikap yang secara institusional harus dikuasai para siswa setelah selesai mempelajarinya.
3. Kurikulum sebagai garis besar materi dari suatu bidang pelajaran yang telah dipilih untuk dijadikan objek bidang.
4. Kurikulum adalah panduan dan buku pelajaran yang disusun untuk menunjang kegiatan proses pembelajaran.
5. Kurikulum diartikan sebagai bentuk-bentuk dan jenis kegiatan pembelajaran yang dialami oleh para siswa.
Pengertian kurikulum di atas, sudah mencakup semua aspek atau komponen yang ada di dalamnya dalam kaitannya dengan kurikulum pendidikan agama. Sebagaimana dikutip dari pendapat Muhammad Adnan Latif bahwa kurikulum yang menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan agama dan nilai keagamaan serta pelaksanaan nilai dan aturan agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, tuntutan seperti yang dimaksud dalam kenyataannya belum mencapai hasil yang memadai.
Secara umum, menurut Dr. Akmal Hawi, ada beberapa faktor yang memengaruhi implementasi PAI di sekolah umum tersebut belum mencapai hasil yang optimal, antara lain:
1. Lebih mengutamakan pencapaian target penyampaian materi daripada menjadikan proses pembelajaran PAI menjadi bermakna.
2. Beban materi dalam kurikulum PAI dirasakan masih lebih tinggi, padat isi dan misi dibanding dengan jumlah yang tersedia.
3. Kerja sama antara sekolah, keluarga dan masyarakat dalam bidang PAI pada umumnya kurang berlangsung intensif.
4. Pelaksanaan PAI di sekolah umum terlalu memerhatikan aspek kognitif dan psikomotorik cenderung diabaikan.
5. Dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan tren modernisasi dan globalisasi dengan membawa budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan kepribadian bangsa.
6. Kurangnya fasilitator pendukung serta lingkungan yang tidak kondusif, sikap dan keteladanan para pembinanya juga masyarakat memengaruhi ketidakberhasilan PAI di sekolah umum.
Oleh sebab itu, dari beberapa faktor yang telah diuraikan di atas, kurikulum PAI dengan beberapa aspeknya merupakan faktor utama yang harus dikaji secara intensif dan komprehensif, sebab kurikulum ini merupakan komponen penting dalam proses pelaksanaan pembelajaran di sekolah. (MZN)