Memantaskan Diri untuk Meraih Beasiswa LPDP

1171
Photo by MD Duran on Unsplash

Oleh: Muhamad Rosyid Jazuli
(Peneliti di Paramadina Public Policy Institute, Alumni Pesantren Tarbiyatul Falah, Kota Blitar)

Bagi yang masih ingin belajar di bangku kuliah, siapa yang tak ingin mendapatkan beasiswa? Mendapatkan bantuan biaya dalam bentuk beasiswa memang menggembirakan. Beban yang sifanya administratif mendadak lenyap. Kuliah gratis dan diberi biaya hidup pula.

Namun bak jodoh, beasiswa, termasuk LPDP, sepertinya hanya mau ‘meminang’ mereka yang telah memantaskan dirinya.

Isitilah memantaskan diri baru-baru ini menjadi trending topic di dunia maya karena pernikahan dua sejoli yang bisa dibilang selebgram. Membuat diri pantas untuk tujuan tertentu seperti pernikahan acapkali memang dilupakan.

Kita sering bermimpi ingin punya pacar atau pasangan yang ini dan yang itu. Lupa kalau sebenarnya syarat dan ketentuan berlaku.

Jadi, seperti mengejar jodoh, dalam dunia pendidikan khususnya pencarian beasiswa itu pun kita perlu memantaskan diri. Salah satunya, adalah mengejar beasiswa LPDP yang saat ini kebetulan saya dapatkan untuk membiayai studi doktoral saya, yang segera mulai.

Sebagaimana diketahui, LPDP dikenal dengan beasiswanya untuk anak muda Indonesia yang ingin mengejar mimpi mendapatkan gelar magister dan atau doktor. LPDP sebenarnya adalah nama lembaga pemberi beasiswanya. Tapi ya kita tahunya beasiswa itu ya LPDP.

Seperti jodoh, beasiswa LPDP juga perlu diimpikan dan dikejar. Memimpikannya mudah. Namun mengejarnya, perlu strategi ‘memantaskan diri’ agar pengejaran kita tidak sia-sia dan berbuah hasil yakni mendapatkan beasiswa LPDP. Kenapa perlu strategi? Sebab mendapatkan beasiswa itu bukan perkara satu minggu atau satu bulan ke depan.

Kalau begitu, bagaimana strateginya? Ini adalah beberapa tahapan yang saya rekomendasikan untuk kami jalani.

Pahami passion

Pertama, memahami passion atau kegemaran pribadi. Ini ajaran klise sebenarnya, tapi memang kenyataannya banyak anak muda kita yang tidak tahu passion-nya. Kalau sekarang saya bertanya kepadamu, apa mimpi di masa depan? Umumnya akan kesulitan menjawab. Kalaupun ada, kebanyakan ingin jadi dokter (atau PNS, TNI atau Polri, dsb).

Padahal, dalam keseharian saya banyak menyaksikan ada anak muda yang passionnya menjadi pendidik, penulis buku, peneliti bidang sosial, atlet, pegiat multikulturalisme dan antar-iman, peneliti alam sungai, dan masih banyak lagi. Kenapa jadi dokter lagi dokter lagi?

Ya tidak apa-apa buat yang memang punya passion menjadi tenaga kesehatan. Kalau sukanya berbisnis dan menyelesaikan problem ekonomi masyarakat, ya kejar passion itu, jangan ambil jurusan Teknik elektro pas kuliah.

Memasuki era dewasa, saya mulai melihat bahwa ternyata banyak pekerjaan di dunia ini yang punya nilai keberhasilan yang sama atau bahkan jauh lebih ‘bernilai’ ketimbang karir-karir yang jadi primadona di atas. Misalnya menjadi penulis. Nyatanya banyak penulis yang menjadi legenda misalnya Ibnu Sina di masa lalu atau JK Rowling di masa kini. Programmer dan designer misalnya juga menjadi karir-karir awal para miliuner dunia.

Jika memang punya passion melayani dan menyembuhkan orang, silahkan menjadi dokter. Jika tidak punya komunikasi yang bagus dan kegemaran mendiagnosa, tolong jangan jadi dokter.

Dengan mengetahui passion, dalam konteks ini, kita akan punya ide yang kuat untuk menuliskan esai lamaran beasiswa nantinya.

Nilai akademik yang patut

Kedua, kejar hasil performa akademik yang patut. Saya tidak bilang nilai yang sempurna, misalnya IPK 4 adalah buruk. Ini bagus sekali top markotop. Hanya jika kita memiliki kemampuan super, mengejar nilai sempurna bisa dijadikan target. Dan tidak perlu melanjutkan sisa artikel ini, hehe. Namun kalau kamu anak muda biasa-biasa saja, yuk mari lanjut.

Begini, bayangkan kalau kita memiliki waktu belajar sebanyak 100 persen, maka untuk mendapatkan nilai sempurna, kita harus memaksimalkan waktu tersebut. Konsekuensinya, kita tidak memiliki waktu untuk berkegiatan lain misalnya menjadi volunteer, berorganisasi, latihan menulis, membaca buku favorit, dll.

Kegiatan-kegiatan tersebut padahal begitu penting untuk membentuk perspektif kita yang luas dalam memandang sebuah permasalahan/isu. Umumnya, LPDP dan beasiswa lainnya menyukai pelamar yang punya wawasan luas.

Sementara, untuk kebanyakan beasiswa, termasuk LPDP tidak mempersayaratkan nilai sempurna. LPDP mempersyaratkan IPK minimal 3.00 atau 3.25. Dalam kehidupan nyata pun IPK 4 seringkali bukan menjadi faktor kesuksesan. Jadi, optimalkan waktu belajar yang dimiliki tanpa meninggalkan kegiatan-kegiatan yang membuat kita bahagia. Ini akan berhubungan erat dengan strategi selanjutnya.

Pribadi yang beda

Ketiga, untuk memantaskan diri menjadi penerima beasiswa, kita harus menjadi pribadi yang aktif, asik, dan inisiatif. Aktif artinya kita memiliki kegiatan yang bervariasi dalam hidup ini. Sebagai mahasiswa misalnya, waktunya tidak dihabiskan untuk belajar dan mengerjakan tugas. Kita sangat perlu ikut kegiatan luar kelas misalnya volunteer dan organisasi.

Kita juga harus jadi pribadi yang asik. Artinya, kita perlu punya ketrampilan komunikasi yang mudah dipahami oleh rekan dan masyarakat secara umum. Peribadi yang asik juga punya kemampuan memberikan penilaian terhadap isu atau topik tertentu dengan pandangan yang ‘unik’ dan punya rasa humor yang pas.

Misalnya, dalam melihat melihat isu mengapa anak muda banyak yang ingin menjadi dokter ketimbang menjadi programmer yang secara rata-rata penghasilannya lebih besar? Mungkin dengan sedikit humor, kamu menjawab karena belum ada fatwa dari PBNU bahwa menjadi programmer adalah jihad fisabilillah (Ini hanya contoh ya… hehe)

Jadi, seperti itu strategi memantaskan diri untuk melamar beasiswa khususnya LPDP. Namanya strategi, berarti tidak ada yang instan. Artinya, kamu perlu mulai menjalankan strategi ini beberapa tahun sebelum melamar beasiswa.

Bagi yang akan berencana melanjutkan studi magister, persiapkan ini semua sejak tahun pertama kuliah sarjana. Begitu juga untuk doktoral, mulailah sejak kuliah master (tapi ini yang master kebanyakan sudah tahu hehe)

Di luar itu, persyaratan teknis beasiswa mulai dari esai, transkrip nilai dan rekomendasi juga bisa dpersiapkan sejak dini. Mengerjakan persyaratan teknis itu tentu perlu strategi dan persiapan tertentu. Saya tidak membahasnya di sini dan bisa dicari di Google.

Syarat teknis tersebut akan mudah dikerjakan, jika strategi memantaskan diri di atas dilakukan. Laksana dunia perjodohan dan pasang-pasangan, jika sudah pantas, biasanya jodoh insyaallah sudah terkejar. Tinggal hal-hal teknis seperti persiapan misalnya formulir di KUA dan persiapan acara pernikahan.

Hal-hal teknis tersebut adalah esai, surat rekomendasi dll di dalam hal lamaran beasiswa. Bukannya itu tidak bisa diremehkan? Betul sekali. Namun misalnya, kita tidak punya pengalaman dan kegiatan luar kelas atau organisasi apapun, apa yang mau kita tulis untuk esai?

Bagi yang ingin melanjutkan studi atau kuliah dengan beasiswa, selamat mempersiapkan dan mengejarnya. Jangan sampai lupa memantaskan diri ya.