Lebaran, London, dan Lockdown

648
lebaran
Photo by Charles Postiaux on Unsplash

Kali ini masih sama seperti tahun sebelumnya, lebaran Idul Fitri di berbagai negara masih dalam naungan aturan-aturan karena Pandemi Covid-19. Tak terkecuali di London, Inggris Raya, baru-baru ini.

Penyebab Sepinya Lebaran di London

Sepinya Lebaran di London ini seperti kena dua pukulan sekaligus. Pertama, karena memang umat Muslim adalah minoritas. Jadinya, pernak-pernik Idul Fitri jarang ditemukan di London.

Baca juga: Empat Puluh Hari Bersama Cahaya: Catatan Ngaji Kilatan.

Tapi sudah syukur beberapa orang tahu akan adanya Eid, sebutan lain Idul Fitri di Bahasa Inggris. Beberapa poster ucapan Eid terpampang di beberapa supermarket. Tapi jelas ini semua tak seberapa dengan ingar bingar Natal nanti.

Kedua, karena pandemi. Pemerintah Inggris melakukan aturan pengetatan pada musim dingin awal tahun ini. alhasil, masa Ramadhan dan Idul Fitri pun masih salam suasana lockdown. Beruntung kegiatan di masjid diperbolehkan. Namun, yang datang masih perlu melakukan pemesanan tempat terlebih dahulu.

Umat Muslim tak bisa keluar masuk masjid sebagaimana terjadi di masa-masa biasa. Eid dan masjid yang dulu sangat terasa erat dan dekat, kini seperti bukan momen dan tempat umat Muslim. Tetapi itulah kenyataan dan mengikuti aturan pemerintah setempat adalah anjuran Islam.

Semua akhirnya bermuara pada sepinya Ramadhan, dan khususnya Lebaran di London tahun ini. Tambah sepi lagi bagi saya yang ngga dapat slot sholat Eid di masjid.

Hanya beberapa jam setelah link untuk pemesanan di buka, lima slot yang tersedia langsung habis! Edyan tenan…

Perbedaan Lebaran di London dan Indonesia

Situasi buruk buat saya, tapi baik buat umat Islam di London secara umum tentunya. Rasa dan gairah untuk beribadah di Hari Kemenangan dapat terpenuhi.

Lebaran di London yang jatuh pada 13 Mei lalu bisa dinikmati oleh umat Muslim di ibukota Inggris. Ini setidaknya lebih baik dari situasi Eid tahun sebelumnya yang terempas oleh aturan full lockdown.

Tentu sedih rasanya melihat keluarga dan teman-teman di Indonesia bisa melaksanakan ibadah di Hari Raya dengan khidmat dan dekat dengan orang-orang tercinta. Memang ada larangan mudik. Tapi Sholat Ied di Tanah Air tak perlu pakai booking-booking dan masih bisa merayakan Lebaran bersama tetangga sekitar yang baik-baik.

Karena tidak dapat slot sholat Ied, tentu akhirnya saya sholat sendiri di rumah bersama istri dan anak. Sepi memang Lebaran kami tahun ini London. Di tahun sebelumnya, kami berlebaran di Jakarta – karena PSBB. Yang biasanya kami berkeliling ke tetangga di kampung, kami pun keliling kampung juga tapi di Jakarta.

Di London tak bisa keliling ke tetangga. Soalnya sebagian besar bukan Muslim, dan memang sedang lockdown. Namun dengan menyikapinya secara santuy, Lebaran di ibukota Inggris Raya kali ini saya jadikan momentum bersyukur.

Sebab, tak semua orang punya kesempatan untuk berlebaran. Ada yang berlebaran dalam keadaan sakit. Alhamdulillah, kami sekeluarga sehat-sehat selama Ramadhan dan Lebaran di London ini. Rindu keluarga tentu. Tapi disikapi santuy saja lagi.

Kegiatan Selama Lebaran Tahun ini

Segera setelah sholat Ied, kami menelpon keluarga via WhatsApp call. Hal yang sama saya yakin dilakukan banyak orang yang merayakan Idul Fitri di masa pandemi dan lockdown ini. Intermezo: ini pahala yang buat WA banyak banget kayaknya ya, hehe.

Beberapa umat Muslim di kompleks tempat tinggal kami pun ternyata tak habis akal. Mereka berkeliling ke rumah-rumah yang Muslim dan non-muslim untuk membagikan makanan kecil yang mereka masak sendiri. Waktu itu, kami dikirimi beberapa cookies dari keluarga Muslim asal Turki.

Ucapan Selamat Idul Fitri dari Jendela

Kami pun juga melakukan hal yang sama. Bukan cookie tentunya. Tetapi kue legendaris Lebaran: Nastar dan Kastengel! Istri saya kebetulan jago bikin kue-kue tersebut.

Setelah masak, Nastar dan Kastengel kami pak, dan bagikan ke sesama Muslim, terutama yang sesama NKRI. Kami juga bagikan ke tetangga yang non-muslim sekaligus mengenalkan Idul Fitri ke mereka.

Untuk makanan di rumah, kami makan opor ayam. Istri masak opornya. Saya kebagian masak lontongnya. Masakan inipun sebagian kami bagikan ke tetangga baik Muslim maupun nonmuslim.

Tak ada momen makan bersama tentunya. Tapi situasi ini tak mengurungkan niat untuk membagi kebahagiaan kami di Hari Kemenangan. Di Indonesia, tentunya Idul Fitri sangat meriah sebab atmosfer dan juga suasanya secara default memang begitu.

Di London tentu berbeda. Karena itu, ya kita sendiri yang buat ini meriah. Karena sejak tanggal 17 lalu pertemuan outdoor sudah makin diperbolehkan (maks. 30-an orang), komunitas Indonesia di kompleks tempat tinggal kami pun mengadakan kumpul-kumpul.

Alhamdulillah sangat melegakan bisa berkumpul ramai dengan sesama orang Indonesia di masa Idul Fitri ini. Bagi kami, Lebaran di London kali ini memberikan pesan penting bahwa pada akhirnya kemeriahan Idul Fitri yang menentukan adalah bukan tempatnya, tapi kita sendiri. (*)

Penulis: Muhammad Rosyid Jazuli
(Mahasiswa Doktoral UCL University)