Penampilan lahiriyah, seperti dilihat aspek sebagai simbol seseorang memiliki kekuatan atau “kualitas” tertentu. Fisik seseorang adalah awal untuk memelihara segala kemaslahatan kehidupan ini, baik dilihat dari aspek kesehatan biologis maupun psikologis karena keduanya akan saling memengaruhi.
Dalam buku Tafsir Al-Qur’an Tematik: Pembangunan Generasi Muda terbitan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur′an (2011: 70-74) dijelaskan bahwa memelihara kondisi fisik amat berkaitan pula dengan pemeliharaan keseluruhan berbagai aspek kualitas kehidupan manusia, termasuk di dalamnya kesehatan jasmani.
Memelihara kualitas fisik seseorang juga merupakan keharusan, bahkan kewajiban, seperti tercantum pada surah al-Baqarah/2: 168, al-Mā-‘idah/5: 88, al-Anfāl/8: 69, an-Nahl/16: 114. Orang yang sengaja menyakiti fisiknya sampai mengakibatkan kematian mendapat sangsi berat dalam Islam, yaitu diancam tidak masuk surga, sebagaimana dalam sabda Nabi.
Kekuatan dan kualitas fisik amat perlu dipelihara, sehingga mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thayyib harus teratur, tidak boleh isrāf (al-A‘rāf/7:31). Di sisi lain, Islam memaafkan, seandainya tidak ada makanan dan minuman yang halal, sehingga seseorang menghadapi kelaparan dan kematian, maka makanan dan minuman yang diharamkan dalam keadaan darurat, namun sebatas menahan lapar atau gangguan fisiknya.
Paling tidak ada 5 ayat yang membicarakan dispensasi ini, dalam Al-Qur′an tercantum kisah para Rasul yang memiliki kekuatan fisik, bahkan sahabat Rasulullah yang mampu mengalahkan tentara musuh yang banyak, padahal mereka sedikit, sebagaimana tercantum pada surah al-Anfāl/8: 65.
Dikisahkan pula, Nabi Dawud yang memiliki kekuatan fisik, sebagaimana tercantum pula pada surah al-Qasas/28: 33 dan al-Kahf/18: 74. Dalam Surah Shad/38: 17 Allah berfirman,
اصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ
Bersabarlah atas apa yang mereka katakan; dan ingatlah akan hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan; sungguh dia sangat taat (kepada Allah). (Shad/38: 17)
Dalam buku Tafsir Al-Qur’an Tematik: Pembangunan Generasi Muda juga disebutkan, untuk membangun citra umat, apalagi untuk membangun umat secara keseluruhan dalam berbagai aspek, seperti aspek kepemimpinan, Imam al-Mawardi, salah seorang ulama dari mazhab Syafi‘iyah, dalam kitabnya al-Ahkām as-Sultaniyah menyatakan, bahwa calon pemimpin harus memiliki kemampuan fisik, yaitu sehat jasmani, lalu ruhani, dan berilmu. Tentang pentingnya kekuatan fisik ini di dalam memimpin, di samping kekuatan intelektual, pada Surah al-Baqarah/2: 247 diterangkan berikut:
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا ۚ قَالُوا أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ ۚ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ ۖ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Talut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi) menjawab, “Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik.” Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (al-Baqarah/2: 247)
Di zaman Rasul ada pacuan kuda, dalam rangka melatih kekuatan fisik. Dalam peperangan satu melawan dua orang antara lain karena kekuatan fisik sebagaimana tercantum pada Surah al-Anfāl/8: 65-66 atau malah lebih dari itu, yaitu 20 orang dapat mengalahkan 200 orang ketika kekuatan fisik dibarengi dengan kekuatan emosional, yaitu kesabaran. Memang ketika akan dibangun suatu ‘izzah tertentu tidak cukup hanya kualitas fisik, tetapi juga kualitas lain, seperti kualitas intelektual, emosional, spiritual, seperti dilalui para Nabi, dan para sahabatnya.
Namun, kualitas fisik bukan segala-galanya karena adakalanya kekuatan fisik berubah menjadi kesombongan, seperti diindikasikan para tentara kerajaan Sabā′ ketika mereka berdiskusi dengan ratu Balqis menanggapi surat dari Nabi Sulaiman, seperti pada Surah al-Naml/27: 33 dengan istilah ulū quwwah dan ulū ba’sin syadīdin. (MZN)