Janganlah! Setiap kalimat dalam suatu teks tentunya memiliki arti dan maknanya. Namun sebaliknya, tidak semua makna dapat diungkapkan dengan lafaz (ليس لكل معنى لفظ). Dan tentunya semua makna tidak serta merta sekaligus mengandung hukum. Sebab hukum haruslah terkolerasi dengan perilaku perbuatan manusia.
Membahas tentang hukum, tentunya tidak bisa keluar dari pembahasan perintah dan larangan. dan jika kita telaah lebih dalam hal yang paling dominan dalam dimensi hukum adalah larangan. Bahkan didalam perintah pun terkadang mengandung larangan. Hal ini sejalan dengan kaidah fikih yang berbunyi “Al amru bi syaiin naha ‘an dhiddihi” perintah untuk melakukan sesuatu merupakan larangan melakukan hal sebaliknya.
Baca juga: Hikmah Memberi Makan Bagi Orang yang Berpuasa
Dalam teks Al-Quran, banyak kita temukan berbagai redaksi ayat yang melarang manunsia berbuat sesuatu hal. Lantas pertanyaannya apakah seluruh hal yang dilarang dalam Al-Quran memiliki makna hal itu harus kita tinggalkan?
Dalam hal ini terjadi perbedaan (ikhtilaf) diantara para ulama. Mayoritas ulama berpendapat bahwa makan asli dari sebuah larangan menunjukan hal itu haram “Annahyu li tahrim”(hukum asal larangan adalah haram). Sehingga selama tidak ada tanda yang merubah makna keharaman dari larangan tersebut maka larangan itu tetap bermakna haram.
Sementara ulama lain memiliki pendapat bahwa hukum asli dari sebuah larangan adalah makruh “Annahyu lil karohah” (hukum asal larangan adalah makruh).
Lepas dari ikhtilaf (perbedaan) pendapat terkait makana larangan diatas, dalam kajian ushul fikih banyak sekali contoh yang mendukung jawaban bahwa segala hal yang dilarang dalam Al-Quran itu haram.
Berikut makna-makna larangan dalam Al-Quran:
- Mengharamkan
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ
“Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar.”
- Memakruhkan
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu (justru) menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya ketika Al-Qur’an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan kepadamu. Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.”
- Memberitakan balasan yang baik
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتًا ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَۙ
“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki,”
- Memberitakan balasan yang buruk
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱللَّهَ غَٰفِلًا عَمَّا يَعْمَلُ ٱلظَّٰلِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ ٱلْأَبْصَٰرُ
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak,”
- Sebagai Pelipur
وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُن فِى ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ
“Dan janganlah kamu berduka cita terhadap mereka, dan janganlah (dadamu) merasa sempit terhadap apa yang mereka tipudayakan.”
Dari sekian makna larangan diatas, dapat kita simpulkan bahwa pengharaman adalah satu dari sekian variabel makna larangan. Hal Ini menunjukkan jika menentukan sebuah hukum hanya pada apa yang tertera dalam teks saja (leterlijk) bisa jadi akan terjebak dalam kesesatan yang dalam. Karena Al-Quran untuk memahaminya butuh perangkat keilmuan yang mendukung agar dapat menangkap maksud ayat tersebut. Pertanyaanya, kapankah kita terakhir membaca Al-Quran?