Pernyataan Kontroversial Macron
Emmanuel Macron yang menyebut bahwa Islam adalah sumber Terorisme, tak hanya itu, Marcon juga mengizinkan pembuatan karikatur Nabi Muhammad SAW dalam majalah Charlie Hebdo atas dasar kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam berbagai bentuk yang merupakan prinsip Sekularisme, yang tak lain adalah identitas Negara Prancis.
Hal yang melatarbelakangi pernyataan Macron tersebut ketika ia memberikan tanggapan atas kasus pemenggalan seorang Guru sejarah di Paris. Guru bernama Samuel Paty itu dipenggal oleh seorang remaja 18 tahun selang beberapa hari setelah mendiskusikan dan memperlihatkan gambar yang disebutnya sebagai Nabi Muhammad. Macron mengklaim bahwa hal yang melatarbelakangi pemenggalan Samuel Paty adalah bahwa umat Islam di Prancis menginginkan masa depan pemerintahan Prancis.
Imbasnya beberapa Produk Impor Prancis juga terancam diboikot seiring Komentar Presidennya, seperti Danone (Makanan Minuman), Total (Migas), Louis Vuitton (Fashion), Loreal dan Garnier (Kecantikan) yang familiar dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia.
Respon di Berbagai Penjuru Dunia
Hal tersebut tak ayal memicu reaksi dan kecaman dari berbagai pihak, utamanya Umat Islam di seluruh Penjuru Dunia. Gelompang Protes terus digaungkan hingga saat ini. Selain akan menimbulkan konflik internal dan perpecahan di Negaranya sendiri, hal ini juga sangat berpotensi menimbulkan perpecahan antar Negara.
Terbukti tidak lama berselang setelah pernyataan tersebut terpublikasi, berbagai pihak mulai meluncurkan kecaman dan serangan yang dilayangkan pada Macron. Sebut saja Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan yang menyebut bahwa Macron punya dendam kesumat terhadap Islam dan menurutnya, Macron membutuhkan perawatan kesehatan mental atas perilakunya yang mengakibatkan hubungan bilateral antara Turki dan Prancis kini memanas.
Tak jauh berbeda dengan Negara lainnya, Indonesia sebagai salah satu Negara dengan mayoritas penduduk Muslim tak tinggal diam. Dalam pernyataan resminya, Presiden Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia turut mengecam keras pernyataan Macron.
Menurutnya, tindakan terorisme dengan Agama tertentu adalah kesalahan besar, terorisme tidak ada hubungannya dengan Agama manapun. Hal ini berimbas pada beberapa kalangan dan organisasi masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kedutaan Besar Prancis (2/11/2020).
Setali tiga uang, MUI mengeluarkan fatwa apabila kasus ini terus berlanjut, artinya Macron tidak segera mencabut perkataannya dan meminta maaf, pemboikotan terhadap produk Prancis bersifat wajib. Melalui Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am menyebutkan, alasan fatwa tersebut ketika dengan pemboikotan ini bisa menjadi sarana untuk menyadarkan pihak yang telah menghina Nabi Muhammad SAW.
Secara garis besar, tuntutan yang ditujukan pada Macron adalah sama, mengakui kesalahannya, mencabut pernyataannya, dan meminta maaf. Namun sayangnya, belum ada titik terang dari kepelikan masalah ini. Dalam wawancara terbarunya dengan Jazeera TV, Macron tetap berpegang pada pendiriannya dan belum mau memenuhi tuntutan dan kecaman yang ramai dilayangkan padanya.
Islamophobia
Dengan jumlah Muslim lima juta orang, Prancis menjadi negara yang memiliki warga Muslim terbanyak di Eropa, disusul Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa. Di Prancis, Islam adalah agama dengan pemeluk terbanyak kedua setelah Katolik. Jika ditarik jauh ke belakang, sikap diskriminatif terhadap umat Muslim Prancis bukan pertamanya kali terjadi.
Sejarah Mencatat Ketika Napoleon Bonaparte menginvasi Mesir dan Palestina pada 1798, rencana liciknya adalah berbohong kepada orang Mesir dengan mengumumkan bahwa dia dan pasukannya adalah Muslim yang taat dan bahwa mereka datang untuk membebaskan Muslim dan Islam dari tirani Mamluk.
Sikap diskriminatif ini semakin menguatkan fakta bahwa Islamophobia atau ketakutan tidak berdasar terhadap umat Islam di Eropa sudah mengakar, masih eksis dan bereproduksi hingga saat ini.
Artikel terkait Bijak, lihat Bijak Bersosial Media; Waspadai Maraknya Hadis Broadcast.
Cara Berselisih
“Alasan tidak diperbolehkan Visualisasi Nabi Muhammad adalah karena dikhawatirkan akan memunculkan pengultusan dan pemujaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Selain itu, visualisasi figur Rasulullah SAW, dikhawatirkan tidak akan mempu menggambarkan pribadi dan figur Rasulullah SAW yang sesungguhnya.
”kata pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, Prof M Quraish Shihab, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika. Menurutnya, visualisasi figur Rasulullah SAW tidak menutup kemungkinan adanya pelecehan”. Itu dasarnya.
Karena bayangkan kalau digambar bisa jadi gambarnya lantas tersebar, mudah diinjak-injak orang. Bisa jadi gambar itu tidak seuai benar dengan apa yang sebenarnya. Karena itu, bisa jadi kalau difilmkan orang yang memerankan figur Nabi dalam film kemudian melakukan hal-hal yang tidak sesuai perilaku Rasulullah SAW. Maka untuk menghindari itu semuanya” lanjut beliau.
Kewajiban untuk beriman kepada Rasulullah termaktub dalam rukun Iman, begitupun syarat utama menjadi seorang Muslim, dimana syahadat kepada Allah dan Rasulullah menjadi syarat lafziyah dan lahiriyah. Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga sebagai uswah hasanah bagi seluruh umat Islam sehingga sangat wajar kita merasa dilukai ketika Rasulullah diperlakukan yang tidak sepatutnya, dihinakan dan tidak dimuliakan seperti saat ini contohnya. Yang membedakan antara cara berselisih umat Islam yang diajarkan Allah melalui Rasulullah kurang lebih terwakili dalam QS. An-Nahl ayat 125 berikut ini:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)
Aktualisasi ayat ini sudah seringkali dipraktekkan langsung oleh Rasulullah yang membuat kita takjub, tolak ukur dari ayat “ahsan” ini salah satunya adalah peristiwa yang kita kenal dengan ‘Amul Huzni (Tahun Duka Cita) dimana pada tahun ini, dua orang yang paling dicintai Nabi meninggal dunia, yakni Sayyidah Khadijah, istri tercinta dan Abu Thalib, paman tercinta Nabi yang meninggalkan luka sendiri bagi Nabi.
Tak hanya itu, peristiwa Tha’if juga terjadi pada tahun ini, tepatnya pada tahun 10 Hijriah. Ketika Nabi berencana berdakwah dengan para petinggi dan tokoh masyarakat Thaif. Sayangnya, ajakan beliau ditolak mentah-mentah. Masyarakat Thaif bahkan turut memaki dan melempari beliau dengan batu, hingga beliau berlumur darah.
Penolakan itu memang membuat Rasulullah sedih, namun ia tidak merasa sakit hati dan dendam terhadap masyarakat Thaif, Rasulullah mengetahui, bahwa sikap yang diterimanya hanyalah buah dari ketidaktahuan masyarakat Thaif. Bahkan belaiu sempat berpikir positif dan berharap, bahwa kelak dari Thaif akan muncul generasi yang memiliki ilmu yang tinggi dan akan mendakwahkan Islam. Rasulullah berdoa, “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada masyarakat Thaif, dan janganlah Engkau memberi azab pada mereka. Sesungguhnya perbuatan mereka itu karena mereka tidak mengetahui”.
Begitulah kemuliaan akhlak Rasulullah. Beliau mengedepankan kelembutan dalam berdakwah, sehingga siapapun yang menjumpai Rasulullah bisa merasakan bahwa beliau adalah pribadi yang lembut dan penyayang. Jika mengalami penolakan, Rasulullah mengedepankan doa dan harapan agar suatu hari Allah berkenan memberikan hidayah. Bahkan, beliau menolak tawaran Malaikat Jibril dan Malaikat penjaga gunung, yang atas perintah Allah hendak membalikkan gunung Uhud agar menimpa masyarakat Thaif.
Poinnya yang bisa kita ambil sebagai ibroh atau pelajaran adalah kewajiban untuk beriman dan memuliakan Nabi Muhammad SAW itu menjadi penting, tapi yang lebih penting dari itu adalah cara berselisih kita, cara yang mencerminkan Islam, yang diajarkan Al-Qur’an dan Rasulullah, yaitu Cara yang “ahsan”. seperti apa cara yang “ahsan”? semua golongan punya pendapatnya masing-masing tentang cara ini, yang jauh lebih penting adalah tidak melanggar batas-batas toleransi, tidak saling menyalahkan pendapat, apalagi sampai menjatuhkan satu sama lain yang justru dikhawatirkan malah memicu konflik internal sesama umat Islam yang marak terjadi dewasa ini. Wallahu A’lam Bisshowab.
Dari Berbagai Sumber.
Penulis: M. Hilmy Daffa Fadhilah
(Mahasiswa PAI UIN Jakarta)