Indonesia adalah bangsa yang multikultural. Ciri utama multikultural di antara memiliki kemajemukan dari aspek kesukuan, kebudayaan, kesenian, keagamaan, bahasa, dan lain-lain.
Sebagai bangsa yang majemuk, selama ini Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk merawat keharmonisan melalui sikap-sikap toleran terhadap perbedaan identitas masyarakat. Namun, kenyataan menunjukkan Indonesia pernah mengalami beberapa konflik yang berlatar belakang masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
Pertanyaan muncul, sejauh mana kondisi Indonesia saat ini perihal sikap toleransi di masyarakat? Hasil penelitian melalui survei “Potret Umat Beragama Tahun 2021” yang dilakukan oleh Alvara Institute pada Desember 2021, memberikan gambaran mengenai tingkat toleransi khususnya antar umat beragama Indonesia.
Metode Penelitian
Riset ini menggunakan pendekatan riset kuantitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan wawancara tatap muka (face to face interview), tentu dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Wawancara dilakukan kepada 3.597 responden yang tersebar di 34 provinsi.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode multistage random sampling, dengan rumah tangga sebagai unit terkecil. Sampel yang diambil distribusinya sesuai dengan demografi dan geografi penduduk Indonesia. Kriteria responden yang diambil adalah penduduk Indonesia yang berusia 17-65 tahun, yaitu dari Generasi Z hingga Generasi Baby Boomer.
Mayoritas responden berasal dari Generasi Millennial (47,4%) dan Gen X (31,8%), kemudian diikuti oleh Gen Z (15%) dan Baby Boomer (5,8%). Responden lebih banyak tinggal di area urban (61,1%) dibanding area rural (38,9%).
Agama yang dianut oleh responden juga sesuai dengan agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Mayoritas responden beragama Islam (86,7%) kemudian diikuti oleh Kristen Protestan (6,6%), Katolik (3,2%), Hindu (2,2%), Buddha (1,1%) dan Konghucu (0,2%).
Temuan Penelitian
Pada riset ini, Alvara mengukur tingkat toleransi antarumat beragama. Toleransi diukur dalam 4 dimensi, yang terdiri dari 12 indikator pertanyaan. Hasil perhitungan Indeks Toleransi Antar Umat Beragama berada pada skor 66,4 pada skala 0-100.
Angka tersebut termasuk dalam rentang kategori tinggi karena memiliki nilai di antara 60,0-80,0. Semua dimensi dan indikator memiliki nilai di atas 60,0.
Dimensi dengan skor tertinggi adalah dimensi penghargaan dengan skor (67,1), kemudian diikuti oleh dimensi penerimaan (66,5), dimensi kesabaran (66,0) dan kebebasan (66,0). Artinya dalam konteks menghargai pemeluk agama lain, baik dari sisi keyakinan yang diyakini maupun dari sisi personalnya sudah masuk dalam kategori yang baik.
Demikian juga dalam hal penerimaan terhadap orang yang berbeda keyakinan.
Artinya dengan melihat skor indeks toleransi tersebut terlihat bahwa toleransi beragama sudah mengakar dalam masyarakat, namun masih perlu ditingkatkan lagi. Kampanye-kampanye maupun narasi toleransi antar umat beragama perlu terus dibangun oleh pemerintah, maupun lembaga-lembaga terkait.
Toleransi di Pedesaan dan di Perkotaan
Hasil riset Alvara ini secara khusus menyoroti bahwa masyarakat desa merupakan masyarakat yang dikenal kolot dalam menerima hal-hal baru, namun kuat dalam berpegang nilai budaya dan agama. Meskipun secara struktur sosial mereka homogen, namun dalam praktiknya mereka menghargai keheterogenan, memiliki penghargaan yang tinggi terhadap orang lain yang berbeda.
Dalam budaya masyarakat pedesaan yang tradisionalis mungkin tidak mengenal istilah toleransi, tetapi dengan istilah lain. Misalnya di Jawa ada istilah tepo seliro, di mana dalam konsep ini masyarakat Jawa diajarkan untuk menghargai orang lain.
Tingkat toleransi masyarakat desa mungkin tidak setinggi dahulu, mengingat masyarakat desa saat ini sudah mulai bergeser menjadi masyarakat yang modern, sebagai akibat era globalisasi dan juga kemudahan akses informasi dunia luar melalui teknologi informasi. Konsep-konsep pemikiran dan budaya baru yang mulai masuk dan diterima, baik konsep budaya Timur dan juga Barat, apakah itu baik atau pun buruk.
Indeks Toleransi Beragama di masyarakat pedesaan mencapai 67,03 pada skala 0-100, lebih tinggi dibanding masyarakat perkotaan yang mencapai 65,39. Hasil penelitian ini menunjukkan bukan berarti tidak ada toleransi beragama di masyarakat kota, melainkan kampanye toleransi beragama perlu lebih digalakkan lagi di masyarakat kota, agar terjalin kehidupan keberagamaan yang rukun dan damai, baik di desa maupun di kota.
Demikian survei tentang indeks toleransi beragama di masyarakat Indonesia pada tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Alvara Institute. (MZN)