“Anakmu bukan milikmu
Mereka putra-putri Sang Hidup
Yang rindu pada diri sendiri
Lewat engkau mereka lahir,
tapi bukan dari engkau
Patut kau beri rumah untuk raganya,
Tapi bukan jiwanya, karena
Anakmu adalah penghuni masa depan”
(The Prophet – Kahlil Gibran)
Kehadiran Buah Hati
Malam-malam pertama memiliki anak yang baru lahir, seperti naik kereta kelas ekonomi. Kereta api kelas ekonomi Jakarta – Surabaya sama saja dengan kereta Manggarai – Depok atau Pune – New Delhi, India. Selalu sesak oleh penumpang.
Tidur malam orang tua pemula akan terusik oleh tangisan penduduk baru dunia ini. Tapi jika suara sumbang tengah malam pengamen dilampu merah adalah suara masa lalu, maka, meminjam istilah Profesor Asrul Ramdhani, filsuf dari Cirendeu bahwa suara tangis bayi adalah suara masa depan. Suara harapan!
Di hari-hari awal anak kita lahir, dia nampak seperti mahluk lemah sekali. Tapi dari kelemahannya banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil. Tentu saja kita ingat bahwa dari rahim ibu anak itu lahir.
Rahim adalah tempat persemaian benih atau zigot, hasil pembuahan sperma laki-laki dan indung telur perempuan yang kelak akan menjadi janin, bayi, dan akhirnya menjadi munusia yang utuh, seperti kita yang dewasa ini.
Tanggung Jawab Merawat Buah Hati
Tentunya kita yang telah dewasa dan ‘merasa’ kuat ini, dulunya mahluk yang lemah dan telah melewati periode hibernasi seperti bayi yang baru lahir itu. Kehidupan si kecil yang lemah itu akan menyedot hampir 100% perhatian para orang tua untuk bertanggung jawab merawat buah karya ‘energi penyatuan’ ayah-ibu.
Setiap orang tua yang sedang mengandung tentu saja menginginkan anaknya yang akan lahir sehat, lengkap, serta tidak cacat, hingga upaya tidak menambah statistik kematian anak ketika melahirkan. Di sini diperlukan sekali perhatian pada pemenuhan gizi untuk ibu selama masa kehamilan.
Seperti dikatakan oleh Prof Dr Nila Moeloek: ”Ibu hamil yang kekurangan gizi mudah terserang infeksi yang mengganggu kehamilan dan persalinan. Pemenuhan gizi perempuan akan mnekan risiko kematian serta menyelamatkan ibu dan anak.”
Perhatian pada Kesehatan
Tidak salah jika perhatian pada kesehatan reproduksi perlu ditingkatkan. Bukan hanya kesehatan dari kajian teknis dunia medis kedokteran, tapi dalam pengertian yang lebih luas, adalah juga pemahaman akan hidup dan kehidupan itu sendiri.
Dalam yoga juga memperhatikan hal-hal yang mungkin selama ini dekat dengan praktek keseharian kita, seperti berlatih asana, postur, absen memperhatikannya karena sibuk menampilkan bentuk akhir suatu pose agar terlihat “sempurna” dan dikagumi orang jika diupload di media sosial.
Perhatian pada hal-hal yang sering kita abaikan seperti arah pergerakan otot dan syaraf ketika kita berasana, memperhatikan kapan kita tarik dan buang nafas, selain perlunya juga “melihat ke dalam”, yaitu bagaimana kita mentreatment tulang, ligamen, tendon, atau fascia body dan bagaimana energi itu terdistribusi di dalam badan kita.
Selain memperhatikan rasa atau sensasi ketika kita sedang dalam asana. Dengan mengingat keterbatasan yang dimiliki di tubuh kita masing-masing karena bentuk tulang yang berbeda-beda. Inilah makna memperhatikan si anak kecil yang lemah dengan segala tetek-bengek-nya di dalam konteks beryoga.
Manfaat Beryoga untuk Tubuh
Yoga adalah ibarat benih suatu pohon yang ditanam – yang kelak akan menghasilkan buah yang bermanfaat, bukan hanya pada pohon itu sendiri, tapi manfaatnya bisa juga dirasakan bahkan oleh binatang sekalipun, selain tentunya untuk manusia.
Sama dengan sperma dari laki-laki adalah benih yang ditanam ke rahim perempuan, seorang calon ibu. Zigot, benih dan janin akan berkembang menjadi bayi yang sehat jika mendapat perhatian dan perawatan dari ibu yang mengandungnya, dan tentunya keluarga dan lingkungan ibu tinggal.
Demikian juga yoga, yoga bermula dari akar yang sama dengan filosofi yama. Batang adalah niyama. Sedangkan asana dapat dipadankan dengan cabang dari suatu pohon. Sampai kemudian menghasilkan bunga (dhyana = meditasi), dan akhirnya, pencapain tertinggi dari praktek yoga akan termanifestasikan di dalam buah, samadhi, pandangan terang, pencerahan, liberation, bliss, kebahagaian utuh dan penuh.
Harum bunga dari suatu pohon akan meberi tanpa syarat pada siapa saja orang yang lewat, demikian juga buah dari pohon. Manfaat yoga, selain untuk diri sendiri, akan dirasakan juga orang-orang di sekeliling para praktisi yoga, tanpa kecuali!
Yoga, Ibu dan Balita
Kalau yoga diibaratkan dengan benih dan berkembang menjadi akar. Rahim ibu adalah adalah seperti tanah tempat disemaikannya latihan yoga itu. Agar rahim itu sehat selama masa kehamilan, seperti kita merawat tanaman, ilmu yoga yang telah kita dapatkan perlu dirawat terus, dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dengan perhatian penuh secara berkesinambungan.
Sekarang kita kembali ke bayi yang baru lahir ini. Kalau dibuat analogi, bayi itu seperti pohon yang baru saja tumbuh. Agar pohon itu tumbuh berkembang, tanah perlu dibuat gembur agar akar dapat menacari makan dengan leluasa. Artinya, suasana di rumah tangga perlu dibuat kondusif.
Para orang tua, seumpama penanam pohon, tentunya tidak akan memaksakan bentuk pohon yang kelak akan menjadi besar. Dan kita pun tidak pernah tahu arah dan bentuk-bentuk cabang.
Pelatihan Yoga Bukanlah Human Factory
Kita sebagai orang tua, tentunya mempunyai harapan pada anak yang kita lahirkan agar kelak menjadi apa, tapi, seperti anjuran Dr Puguh Imanto, insinyur dari Bank Dunia, tentunya kita tidak dalam disiplin “harustis” dan “Militeristik” , harus seperti yang kita pikirkan, harus sesuai dengan gambaran di otak kita.
Seperti pohon yang kita tanam, mungkin kita mengingini bentuk pohon lurus tegak dan arah cabang yang pasti, tapi kita tahu bahwa cabang dan ranting pohon bergerak tanpa bisa kita prediksi. Sama dengan pohon, setiap anak, setiap manusia unik dengan kekhasannya sendiri-sendiri. Kita perlu menghormati keragaman itu. Pelatihan yoga bukanlah human factory, pabrik manusia.
Yang bisa kita lakukan hanyalah berlatih dan berlatih. Jika kita sedang mengikuti kelas bersama, mengerjakan apa yang diisntruksikan oleh instruktur tanpa membenturkan dengan memory pengetahuan yang telah lebih dulu kita miliki.
Jika sedang mengurus anak yang baru lahir itu, kerjakan dan lakukanlah hal-hal yang berhubungan dengan anak yang ada di hadapan kita itu: bangun tengah malam memberi ASI, mengganti popok yang kena kencing atau BAB, kemudian memcucinya tanpa perlu mengeluh.
Seperti lanjutan dalam puisi Kahlil Gibran itu, kita, para orang tua adalah seperti busur, dan anak kita adalah anak panah yang kelak melesat. Seperti dalam film Hero-nya Zhang Yimou, tidak semua anak panah mengenai sasaran yang diinginkan. Yang Empunyai Hidup, Yang Maha Kuasa, Sang Pemanah itu, maha tahu arah bidikkannya. Biarkan anak kelak menjadi dirinya sendiri.
Penulis: Yudhi Widdyantoro