Dalam dunia pesantren, status kitab kuning dinilai sangat penting, karena kitab kuning digunakan sebagai bahan referensi dan pedoman dalam sistem pendidikan pesantren. Selain sebagai pedoman tata cara beragama, kitab kuning ini juga digunakan oleh pondok pesantren sebagai acuan yang bersifat universal untuk segala tantangan hidup.
Keaslian dan kebenaran kitab kuning pesantren adalah untuk referensi yang isinya tidak perlu dipertanyakan lagi. Kitab Kuning telah ditulis sejak lama dan terus digunakan di tiap generasi. Hal itu menunjukkan bahwa kitab kuning telah teruji keaslian dan kebenarannya dalam sejarah yang panjang. Kitab kuning ini dianggap sebagai penyedia teori yang bersandar pada al-qur’an dan hadits Nabi.
Baca juga: Pesan Yang Tidak Pernah Habis
Pelestarian ajaran kitab kuning menjadi ciri utama pesantren secara budaya. Di sini, pesantren memainkan peran yang sangat penting dalam melanjutkan tradisi ilmu klasik. Pembelajaran dengan menggunakan kitab klasik telah memberikan warna tersendiri dalam bentuk pemahaman dan sistem nilai tertentu.
Sistem nilai ini berkembang secara alami dan berakar pada budaya pesantren, baik yang berupa pengajaran kitab-kitab klasik maupun yang dipengaruhi oleh lingkungan pesantren itu sendiri. Melalui tradisi membaca kitab kuning ini, kiai pesantren telah berhasil menambah warna kehidupan keagamaan di tengah-tengah masyarakat dan juga tentunya berpengaruh pada kehidupan sosial.
Respon Pesantren Terhadap Gerakan Reformasi Islam
Sebagai respon terhadap gerakan reformasi islam, pesantren mulai melakukan sejumlah perubahan dan penyesuaian yang dianggap tidak hanya untuk mendukung kelangsungan pesantren tetapi juga bermanfaat bagi para santri. Pesantren menjawab tantangan ini dalam bentuk konkrit dan dalam berbagai bentuk.
- Pembaruan isi / materi pendidikan pesantren dengan memasukkan subjek-subjek umum dan pelatihan keterampilan
- Pembaruan metodologi seperti klasikal dan penjenjangan dengan adanya tingkatan kelas
- Pelembagaan seperti kepemimpinan pesantren
- Pembaruan fungsi, tidak hanya terbatas fungsi pendidikan tetapi mencakup fungsi sosial dan ekonomi.
Bukti empiris yang dapat dilihat adalah saat ini banyaknya pondok pesantren yang mulai menggunakan sistem klasikal serta pengaturan kurikulum. Bahkan sudah banyak pesantren yang berdiri sekarang ini menggunakan dua sistem pembelajaran sekaligus.
Sistem klasikal yang disesuaikan dengan kurikulum pemerintah yang dilakukan pada jam sekolah biasa dan dipadukan dengan pengajian kitab kuning. Di beberapa pondok pesantren juga ada yang mulai menerapkan sistem pembelajaran modern secara penuh, di mana wetonan dan sorogan ditiadakan sama sekali.
Dengan perkembangan pesantren secara bertahap, pesantren ini juga mulai mengadopsi sistem organisasi dalam pengelolaan pesantren. Kiai yang semula menjadi poros struktur organisasi, perlahan mulai bergeser.
Proses pergeserannya pun terdiri dari beberapa tahapan. Pada tahap pertama, jika pada awalnya semua hak pengelolaan berada di tangan kiai, kini kiai mulai mengangkat beberapa orang yang disebut pengurus dan kepala pondok.
Pada tahap ini, fungsi organisasi telah dibagi, yaitu tidak setiap kegiatan harus melibatkan sepenuhnya kepada kiai. Namun dengan berjalannya fungsi keorganisasian tersebut, tetap menjadikan peran kiai masih kuat.
Memahami pengaruh proses globalisasi di lingkungan pesantren
Memahami dampak dari proses globalisasi ini sangat penting untuk lingkup pesantren. Ketika kita membahas perubahan pada pendidikan pesantren di Indonesia, kita harus mengakui proses perubahan sosial yang lebih luas di masyarakat.
Meskipun ada sebagian umat Islam yang berusaha melawan perubahan dan pengaruh dari luar masyarakat, tetapi tidak ada yang berhasil mengabaikan pengaruh tersebut. Modernisasi sudah membawa dampak yang sangat besar bagi kelangsungan realitas sosial.
Berhadapan dengan modernitas, bisa dikatakan santri adalah yang paling lama merespon reaksi penerimaan. Gema kejayaan yang diberikan tidak akan membuat mata meeka terbuka lebar begitu saja. Namun demikian, bukan berarti santri itu bersifat proteksionis dan acuh tak acuh terhadap laju perkembangan zaman yang terhempas oleh modernitas.
Namun, masih ada beberapa kalangan pesantren yang jelas-jelas siap bersikap kontra terhadap modernitas. Ada beberapa alasan reaksi mereka, antara lain: Pertama, mereka berpendapat bahwa munculnya modernitas dari barat bearrti tidak dapat dipisahkan dari segala isi budaya dunia barat itu sendiri.
Kalangan ini menduga bahwa modernisasi dan westernisasi adalah sama. Kedua, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern di barat telah menciptakan jurang pemisah yang sangat besar antara masyarakat Islam dan masyarakat modern.
Sejak awal hingga saat ini, pesantren masih mampu mempertahankan tradisi ini. Adanya perubahan sosial menyebabkan lahirnya berbagai visi dan misi di awal berdirinya pesantren, walaupun misalnya adanya hal yang keluar dari karakteristik pesantren, tidak menghilangkan gambaran masyarakat tentang pesantren yang identik dengan kitab kuning.
Penulis: Indah Lestari
(Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)