Cerita UCL London; Culture Shock Hingga Tertidur di Perpustakaan

1964
https://www.instagram.com/isidorahappy

Setelah kemarin saya membagi cerita bagaimana cara mendapatkan beasiswa LPDP Kemenkeu RI, kini cerita berlanjut tentang bagaimana menjalani kehidupan di negara orang saat menjalani program beasiswa di London, Inggris.

“Pengalaman pertama saya waktu baru nyampai london itu satu kata sih sebenarnya, shock. Karena pas pertama kali dateng itu ngelihat kampusnya, biasanya kan cuma bisa lihat di brosur-brosur gitu kan, pas baru pertama main kayak udah mau nangis gitu, kayak waw bagus banget kampusnya, biasanya cuma bisa lihat di internet atau brosur-brosur. Saya sekarang berada di dalam kampus yang sudah saya impikan. Sekarang beneran dateng ke UCL. Kayak sedih dan shock banget, rasa bahagia campur haru beradu untuk memutuskan bahagia atau bahagia banget. Pokoknya keren sekali, dan itu yang membuat saya shock; antara percaya atau gak.”

Perpustakaan disana terkesan mewah dan amazing karena perpustakaan benar-benar dirawat dan difungsikan sebagaimana mestinya. Terpelihara dengan rapi dan mahasiswa dibuat nyaman. Jadi di kampus itu perpustakaan ada banyak banget, nggak cuma satu atau dua. Saya rasa ada sepuluh lebih perpustakan yang tersedia dengan dua puluh empat jam jadwal berkunjung ke perpustakaan.

Kampus begitu detail memperhatikan fasilitas keilmuan untuk mendukung semangat belajar mahasiswa. Sehingga secara teknis, kita dimanjakan dengan lingkungan untuk mendukung kondusifitas belajar, mengerjakan tugas agar menjalankan program kuliah sesuai dengan target yang ditentukan.

Pengalaman pertamaku masuk perpustakaan, kujumpai  banyak orang yang istirahat bahkan tidur-tiduran. Jadi kayak wow banget, wow ini ya dunia kampus. Sebab saya sendiri belum pernah punya pengalaman ke perpustakaan sampai tertidur. Selama ini saya hanya mendengar, kalau kuliah di London itu rumah keduanya perpustakaan. Dan ternyata, saat sampai sana “ Ih, ternyata bener ya, mungkin nanti aku setahun ke depan kayak gini. Aduh deh seru, gitu.  Seakan jawaban antara informasi yang aku terima dan langkah kaki yang menuntun menyaksikannya muncul beriringan.

Hal kedua yang buat shock karena tugas kuliahnya yang banyak banget. Setiap program studi di perkuliahan tentu memberikan mahasiswanya tugas yang setumpuk, hanya saja kalau di London, karena kita menjalani program kuliah hanya dalam waktu satu tahun sehingga perkuliahan semakin padat. Setiap hari ada tugas, setiap hari ada bahan bacaan, setiap hari harus ada yang dilakukan. Sehingga bayangan untuk santai, curi waktu untuk traveling benar-benar terhapus.

Hari pertama kuliah, bayanganku masih bisa santai-santai, perkenalan, layaknya kuliah biasanya aja. Tapi ternyata, hari pertama itu udah langsung dikasih reading list banyak banget, setebel buku yellow pages, tebel banget pokoknya. Tapi ternyata memang selama setahun ke depan itu memang setiap hari kita selalu dikasih bahan bacaan, selalu dikasih reading list untuk di kelas keesokannya karena memang sistem belajar di London, membekali mahasiswanya bahan bacaan untuk persiapan di kelas esok harinya.

Jadi di kelas itu, kita sudah tidak lagi fokus bahas soal teori. Teori tetap dibahas, hanya saja mahasiswa harus aktif cari tahu sendiri tentang teori-teori yang akan dipelajari di kelas. Kebanyakan kita diminta untuk  diskusi mengenai case study. Momen dimana kita belajar mengekpresikan ide-ide, kemampuan kita merumuskan problem solving ke dalam case study.

Nah, shock yang ke tiga tentang proses belajar; tentang metode mengajar. Kali ini konsep  pengajarannya  mungkin agak berbeda dari pengalaman saya saat sedang kuliah di Indonesia.  Kalau di London, kita harus lebih siap dan aktif jadi mahasiswa, dari reading list yang dikasih, kita dituntut harus sudah memahami goal target dari kebutuhan belajar di kelas.

oh teorinya begini, teorinya begini, di negara ini case studynya begini, negara sana  case studynya begini, pokoknya jadi tertantang banget.

Sebagai mahasiswa kita dituntut harus kritis, kita kulik-kulik lagi antara teori satu dengan yang lainnya. Setelah itu belajar menemukan relevansi dari case study yang sedang dibahas. Misalnya di dalam salah satu mata kuliah, saya harus kritis dari teori ini seperti apa kasus di Indonesia dan apabila diterapkan di Indonesia bisa seperti apa nantinya.  Bagaimana caranya? harus terus membaca, (dan) terus memperdalam (studynya).

Sistem belajar yang dibangun memaksa kita untuk lebih rajin dan tekun belajar. Jangan merasa pintar sendiri, sering-sering ajak ngobrol sesama mahasiswa. Terlebih saat tugas diskusi, kita harus suka sharing ide dan bertukar pandangan. Jika menemukan perbedaan saat diskusi, itu hal wajar. Jangan baper, dan terus semangat. Kata kuncinya adalah belajar adaptasi agar shock yang kita rasakan segera menyatu dengan rutinitas. Silahkan dicoba , semoga bermanfaat.

  • Tulisan diolah dari wawancara mading.id bersama sahabat mading Isidora Happy alumni University College London @isidorahappy. Sekarang bersama suaminya tinggal di Perth, Australia.