Media sosial (medsos) kian menjadi bagian penting dalam kehidupan kita di era ini. Ia menjadi medium kita membagikan berbagai hal mulai dari ide hingga aktivitas nyata. Medsos biasanya makin ramai ketika ada momentum seperti Ramadhan tahun 2023.
Yang biasanya tak pernah posting kegiatan ibadahnya, misalnya, tiba-tiba medsosnya berisi berbagai update seperti sholat shubuh dan tarawih berjamaah di masjid. Yang tak pernah mau berkumpul bersama rekan kerja, tetiba ada momen bukber yang dibagikan di medsosnya.
Tak hanya di Indonesia, atmosfer serupa juga terjadi pada mereka, termasuk saya sendiri, yang tinggal di luar negeri, di Inggris Raya (UK) saat ini tepatnya. Meski tak posting soal sholat di masjid ini atau itu, saya berbagi beberapa kesempatan saya ikut serta maupun menyelenggarakan sendiri kegiatan buka bersama (bukber). Saya juga posting beberapa makanan yang saya dan istri masak untuk berbuka maupun sahur.
Baca juga: Puasa Ramadan dan Detoksifikasi Media Sosial
Pamer nih, begitu mungkin sebagian orang berpikir tentang apa yang kami bagikan. Tentu ini hal lumrah, sebab memang medsos itu tempat pamer. Memang kami agak sedikit ingin show-off bahwa kami sedikit-sedikit bisa masak masakan Indonesia. Beberapa di antaranya yang kami masak: nasi padang, mie ayam, dan soto ayam. Indonesia banget pokoknya.
Terlepas dari itu, sebenarnya ini adalah wujud rindu berat kami dengan Indonesia, lebih-lebih momen Ramadhan di sana. Momen-momen bulan puasa di Tanah Air memang tak ada bandingannya, setidaknya buat saya pribadi. Mengapa?
Di Inggris Raya ini, tak ada ingar bingar Ramadan sebagaimana di Indonesia. Tentu ada beberapa dekorasi beraroma bulan puasa, misalnya lampu hiasan Ramadan di area Piccadilly Circus, salah satu daerah sentral di London. Selain itu, kami komunitas orang Indonesia di Inggris punya beberapa jadwal pengajian, khususnya di akhir pekan, selama Bulan Puasa 1444 H ini.



Tapi itu semua tak sebanding apa yang kita lihat di Indonesia. Selain banyak pengajian hampir setiap hari, momen bukber pun demikian. Selain itu, berbagai kegiatan kantor maupun bidang kerja lainnya seringkali disesuaikan jam kerjanya. Jam sekolah pun juga disesuaikan.
Di UK ini, ritme kerja tak ada perubahan sama sekali. Kantor tetap masuk. Sekolah anak pun sama. Hampir tiap tahun, kami terus mendapat pertanyaan: kalian puasa, ngga makan ngga minum? Berulang-ulang setiap tahunnya.
Kondisi itulah yang selalu membuat kami, khususnya saya sekeluarga, selalu kangen Indonesia ketika memasuki bulan Ramadhan. Tahun ini adalah tahun ketiga kami berpuasa di Negeri Raja Charles ini. Untuk mengobati rindu tersebut, kami berbagi masakan Indonesia yang kami masak sendiri. Betul, masak sendiri. Tak ada warung dekat rumah sebagaimana di Indonesia.
Karena itu, bagi kita yang saat ini tinggal di Indonesia, mari banyak-banyak bersyukur. Sebab momen-momen yang kita miliki, khususnya ketika di bulan puasa, yang kita anggap biasa, boleh jadi adalah hal yang sangat dirindukan orang lain.
Tentu saya bersyukur punya kesempatan untuk saat ini tinggal dan menimba ilmu di Britania Raya ini. Banyak hal tentunya di luar bulan Ramadhan yang saya nikmati dan alami secara lebih baik ketimbang di Indonesia. Misalnya, transportasi yang lebih baik dan sistem pendidikan yang lebih tertata.
Akhirnya, diskusi singkat di atas merefleksikan tak ada yang benar-benar sempurna dari tempat kita tinggal. Monggo, terus berbagi hal-hal positif yang kita temui di media sosial maupun interaksi sosial nyata kita sehari-hari. Namun bagi saya, jelas Ramadhan di Indonesia dengan berbagai dinamikanya tetaplah sangat dirindukan. Bagi siapapun yang saat ini menjalani puasa di Indonesia, semoga berkah senantiasa. (*)
Muhamad Rosyid Jazuli, Kandidat Doktor di University College London, Pengurus PCINU United Kingdom.