Siapa di sini yang tidak mengenal Bali? Tentu saja tidak ada orang Indonesia yang tidak mengenalnya. Mengingat Bali merupakan salah satu tujuan wisata yang menjadi primadona masyarakat dunia. Pantai dan nuansa kental budayanya selalu menjadi sorotan, salah satunya yaitu Upacara Potong Gigi. Upacara potong gigi? Apa sekadar istilah atau benar harus memotong gigi? Haruskah semua masyarakat bali memotong giginya?



Bali terkenal dengan corak agama Hindu dan masih sangat kental dengan kebudayaannya yang khas. Masyarakat Bali sangat menjaga tradisi dan budayanya. Sebagai hasilnya kebudayaan-kebudayaan tersebut telah diwariskan secara turun temurun hingga sekarang. Sebagai contoh berbagai upacara yang masih rutin dilaksanakan, seperti Upacara Galungan dan Upacara Potong Gigi.
Mengenal Upacara Potong Gigi
Upacara Potong Gigi merupakan upacara peralihan dari masa remaja ke masa dewasa. Untuk masa menyambut kedewasaan. Terdapat tiga istilah dari Bahasa Bali untuk menyebut Upacara Potong Gigi ini, yaitu metatah, mesangih, dan mepandes. Namun, Upacara Potong Gigi lebih dikenal sebagai metatah.
Apa Makna yang Terkandung Dalam Upacara Tersebut?
Upacara ini tidak asal dilaksanakan, terdapat makna yang mendalam dibaliknya. Makna yang terkandung yaitu sebagai bentuk pembayaran hutang seorang anak kepada orang tuanya yang selama ini telah membesarkannya. Selain itu, juga bertujuan untuk membersihkan batin seseorang dengan cara mengurangi enam musuh alami di diri manusia. Bagi orang tua, sebagai bentuk kewajiban yang harus dilakukan kepada sang anak untuk penyucian anak yang telah dibesarkannya.
Apakah Semua Gigi Benar-Benar Dipotong?
Meski disebut sebagai potong gigi, tetapi pada kenyataan hanya mengikis atau meratakan enam buah gigi, yang terdiri dari dua buah gigi taring dan empat buah gigi seri. Enam gigi itulah yang diratakan sebagai pertanda untuk mengurangi sadripu, yaitu enam musuh dalam diri manusia. Enam musuh itu adalah kama (keinginan), kroda (kemarahan), lobha (ketamakan), moha (hawa nafsu), mada (kemabukan), dan matsarya (iri hati).



Upacara ini termasuk ke dalam upacara yang dilakukan pada hari baik, seperti upacara pernikahan. Sama upacara adat lainnya, upacara ini juga membutuhkan banyak perlengkapan dan sesajen yang cukup menguras biaya. Oleh karena itu, upacara dilaksanakan secara massal atau digabungkan dengan upacara adat lainnya seperti Upacara Ngaben atau upacara pernikahan.
Apa Saja Persyaratannya?
Biasanya upacara ini tidak dapat dilakukan ketika seseorang belum mencapai masa pubertas. Juga harus menunggu kesiapan dari pihak yang terkait, terutama dari pihak keluarga. Karena kegiatan penting ini harus dihadiri oleh keluarga besar remaja yang menjalani prosesi ini. Ditambah harus menunggu yang lainnya jika ingin melaksanakan bersamaan dengan yang lainnya, sebab dilaksanakan secara massal demi penghematan biaya.
Baca juga: Rahasia Hidup Bahagia Masyarakat Hindu di Bali
Apakah boleh jika ingin melaksanakannya secara mandiri? Tentu saja, upacara ini tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan secara mandiri, tidak bersamaan dengan yang lainnya. Bergantung pada kesanggupan ekonomi suatu keluarga juga memengaruhi sederhana atau tidaknya upacara kedewasaan ini.
Upacara tersebut hanya boleh dilakukan pada remaja atau yang sudah dewasa, dengan syarat sudah mengalami tanda-tanda kedewasaan. Anak perempuan sudah mengalami menstruasi dan anak laki-laki sudah mengalami perubahan suara. Bagaimana bagi perempuan hamil? Sayangnya upacara ini tidak boleh dilakukan bagi perempuan yang sedang hamil, karena bayi yang berada dalam kandungan merupakan sesuatu yang suci. Mengingat upacara ini untuk membersihkan diri dari keburukan.
Apakah Upacara Ini Wajib Dilakukan?
Tradisi ini wajib dilakukan, terutama bagi anak perempuan yang nantinya ketika dewasa akan meninggalkan orang tuanya untuk berkeluarga dan menjadi bagian dari keluarga laki-laki. Upacara ini tidak terbatas bagi yang masih hidup, seseorang yang sudah meninggal juga dapat melakukan upacara yang menjadi suatu kewajiban bagi masyarakat Bali ini. Namun, dianjurkan untuk dilakukan semasa hidup karena sang anak belum menikah.
Bagaimana Prosesinya?
Saat upacara, harus menggunakan busana khusus, yaitu Busana Agung berwarna putih yang melambangkan kesucian. Namun, saat ini busana tersebut sudah banyak dimodifikasi.
Upacara Potong Gigi dilaksanakan selama dua hingga empat hari, dilakukan sesudah melaksanakan Upacara Puja Kalib. Upacara Puja Kalib adalah upacara yang dilakukan bagi mereka yang baru memasuki masa remaja. Setelah itu barulah memasuki acara utama. Gigi yang telah dipotong, diletakkan di atas kain berwarna coklat kekuningan kemudian didoakan bersama disertai dengan sesajen. Selesai upacara, harus berkumur, kemudian bekas kumuran dibuang di belakang tempat sembahyang keluarga. Bertujuan untuk menyatu dengan para leluhur.
Setelah melakukan pemotongan gigi, harus mencicipi berbagai rasa yang berbeda. Rasa manis memiliki makna kehidupan yang bahagia, rasa asin memiliki makna kebijaksanaan, rasa pahit memiliki makna tabah dalam menghadapi cobaan, rasa sepat memiliki makna taat pada peraturan yang berlaku, dan rasa pedas memiliki makna menahan amarah.
Apakah Upacara Ini Masih Dilakukan hingga Sekarang?
Sampai saat ini Upacara Potong Gigi masih dilakukan oleh masyarakatnya. Apakah boleh tidak melaksanakan upacara ini? Jika tidak dilaksanakan maka akan terasa seperti memiliki hutang yang belum terbayarkan. Saat ini banyak lembaga yang melaksanakan acara ini secara massal sebagai bentuk kegiatan amal.
Jadi? Apakah Anda tertarik menyaksikan upacara ini? Sayangnya, pada masa pandemi ini pelaksanaan upacara menjadi terhambat. Kegiatan yang mengundang kerumunan menjadi dibatasi oleh kekangan menjaga jarak dan menggunakan masker. Akhirnya, upacara tersebut saat ini masih dilakukan dengan menggunakan protokol kesehatan yang ketat.
Penulis: Aida Lestari