Belajar Hikmah dan Kehidupan dari Seekor Anjing

2227
anjing
Foto oleh Bekka Mongeau dari Pexels

Sebagai Umat Muslim, kita tidak asing dengan berbagai istilah hewan, banyak surat-surat dalam Al-Qur’an yang diadopsi dari nama hewan, sebut saja QS. Al-Fiil (Gajah), QS. Al-Baqoroh (Sapi Betina), QS. Al-Ankabut (Laba-Laba), QS. An-Nahl (Lebah), dan QS. An-Naml (Semut). Selain yang diabadikan dalam Al-Qur’an, banyak juga hewan-hewan yang familiar dalam sejarah Islam.

Seperti asal mula laqob yang diberikan oleh Rasulullah kepada sahabatnya, Abu Hurairah yang berarti “Bapak Para Kucing” karena kecintaannya terhadap hewan kucing. Selain itu, kita mungkin tidak asing dengan kisah Qithmir, seekor Anjing yang dijanjikan masuk Surga karena pengorbanannya dalam kisah Ashabul Kahfi.

Meskipun dalam Mazhab Syafi’i Anjing dikategorikan sebagai hewan yang Najis Mughollazoh (berat), ternyata banyak pelajaran atau hikmah yang bisa diteladani dari seekor Anjing. Sampai-sampai salah satu ‘Ulama terkemuka, Assyekh Imam Nawawi Al-Bantani mengabadikan dalam salah satu karyanya, Kasyifatus Saja fi syarh Safinatun Naja. Berikut pelajaran yang bisa kita teladani dari seekor Anjing menurut Imam Nawawi Al-Bantani.

Artikel terkait Belajar, lihat Aplikasi Belajar Matematika Rekomendasi Mading.

Riyadhoh

Dalam hal beriyadhoh dan mujahadah seperti halnya Manusia, Anjing dikenal sebagai hewan yang Qolil al-Akli dan Qolil an-Nawmi (sedikit makan dan sedikit tidur). Seekor Anjing gemar mengosongkan perut dan tidak menimbun banyak makanan dalam perutnya (secukupnya).

Lain halnya dengan hewan ternak seperti Sapi, Kerbau, dan lainnya yang akan menimbun banyak makanan dan tetap makan meskipun kenyang. Begitupun dalam tidur, Anjing juga salah satu hewan yang memiliki indra pendengaran yang baik, sehingga seekor Anjing mampu mendengar langkah kaki Manusia, meskipun dari jarak yang jauh.

Imbasnya, Anjing jarang sekali dapat tidur dengan nyenyak. Begitupun ketika malam hari dan tidak ada yang mengganggunya sekalipun, waktu tidur seekor Anjing sangatlah sedikit.

Riyadhah (Tirakat dalam Istilah Jawa) ini menjadi salah satu hal yang yang kurang diperhatikan tapi memiliki dampak yang sangat besar bagi diri kita. Banyaknya tidur dan makan akan berpengaruh pada Jasmani dan Rohani kita.

Secara Jasmani, orang yang makan dan tidur berlebihan akan rentan terhadap berbagai penyakit. Secara Rohani, seseorang yang makan dan tidur secara berlebihan akan cenderung menjadi orang yang pemalas. Malas bergerak, malas beraktivitas, dan seringkali berujung pada lalai dalam kewajiban beribadah.

Setia dan Sabar

Karena kesetiaan terhadap majikannya, maka tak heran Anjing menjadi salah satu primadona untuk dijadikan hewan peliharaan. Seekor Anjing pantang meninggalkan, berpaling dari majikannya sekalipun disiksa, diusir, tidak diberi makan, dan ditinggalkan berhari-hari.

Tak hanya itu, seekor Anjing juga memiliki karakter penyabar, ia akan senantiasa sabar menunggu, contohnya dalam hal diberi makan. Ia akan terus melihat ke arah majikannya sampai makanan itu diberikan padanya.

Begitupun halnya berlaku pada Manusia, kita dituntut belajar untuk menjadi pribadi yang setia dan istiqomah dalam beribadah. Sudah seharusnya kita selalu menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang selalu membersamai kita dalam berbagai keadaan, baik senang maupun susah. Karena pada hakikatnya, posisi Allah dengan kita adalah Aqrobu Min Hablil Wariid (lebih dekat daripada urat nadi).

Qana’ah dan Tawakal

Ketika tempat seekor Anjing digunakan oleh Anjing lainnya atau Manusia lain, ia akan rela berpindah tempat. Anjing juga akan selalu bersedia ditempatkan dimanapun, baik di kandang yang bersih, terawat, dan mewah maupun ditempat yang kumuh, kotor, dan lusuh.

Begitupun halnya dalam masalah makanan dan minuman, apapun yang bisa layak menurutnya, secara sukarela Anjing akan selalu melahapnya dan menghargai pemberian orang lain. Begitupun ia memiliki tabi’at ketika bepergian, ia tidak pernah membawa bekal atau makanan sisa sebelumnya.

Pada prinsipnya, Allah pasti membukakan pintu rizqi-Nya kepada seluruh hamba-hamba-Nya dimanapun, kapanpun, bagaimana pun kondisinya. Dalam salah satu kisah yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karromallahu Wajhah, beliau mengilutrasikan bahwasanya jika Allah telah menentukan bagian rezeki untuk seluruh hamba-Nya, sesulit apapun itu, cepat atau lambat pasti akan didapatkannya.

Dalam hal ini Sayyidina Ali mengumpamakan selembar uang yang berada di dahi seekor Singa, pada akhirnya akan menjadi milik orang yang ditentukan oleh Allah sebagai rezekinya.

Sebagai penutup, saya teringat salah satu kaidah Ushul Fiqh yang masyhur di kalangan pesantren:

خُذْ مَا صَفَى وَ دَعْ مَا كَدَرَ

“Ambil yang Jernih dan Tinggalkan yang Keruh”

Artinya dengan belajar hikmah dari Anjing, kita belajar pula berpikiran dan menilai sesuatu secara Objektif, Anjing memang memiliki beragam sifat tercela, tapi dibalik itu, masih banyak hal terpuji yang bisa kita jadikan pelajaran. Ambil yang baik, tinggalkan yang buruk. Wallahu A’lam Bisshowab.

Penulis: M. Hilmy Daffa Fadhilah
(Mahasiswa PAI UIN Jakarta)