Badai Revolusi Hingga Munculnya Beragam Profesi Baru

1387
Badai Revolusi Hingga Munculnya Beragam Profesi Baru
Photo by ThisisEngineering RAEng on unsplash.com

Situasi dunia saat ini tengah dihadapkan dengan badai revolusi dan tantangan global demografi dimana negara-negara maju mengalami penuaan atau aging society, sementara Indonesia sedang memasuki proses demografi. Jika kita amati, kedua hal ini saling bertolak belakang namun menjanjikan sekaligus juga menghawatirkan.

Karena apa? Tantangan global tersebut juga diiringi dengan kemajuan teknologi dilihat dari manusia-manusia yang kreatif dan urban society yang terus meningkat dan terakselerasi, bahkan diprediksi akan memasuki masa dimana mesin-mesin lebih cerdas dari manusia.

Kemudian perubahan selanjutnya yang terjadi secara global adalah revolusi industri yang di dalamnya selalu ditandai dengan tergantikannya kompetensi lama dan lahirnya kompetensi baru yang belum pernah disiapkan sebelumnya.

Tergantinya kompetensi lama membuat banyak penelitian memprediksi bahwa dalam 10 tahun ke depan diprediksi 23 juta lapangan pekerjaan di Indonesia akan hilang dan berpotensi pula lahir lapangan pekerjaan baru yang jumlahnya dua kali lipat lebih banyak. Fenomena ini lagi-lagi menjadi hal yang sulit dimengerti dan akan menjadi pertanyaan besar bagi umat manusia.

Serba tidak pasti kondisi dunia saat ini

Banyak orang yang tidak tahu bahwa kondisi dunia saat ini dikenal dengan VUCA atau vulnerable, uncertain, complex, dan ambiguity yang tanpa kita sadari ternyata terjadi disaat pandemi Covid-19. Dimana hal-hal tersebut mulai bermunculan merusak tatanan sosial dan ekonomi.

Namun, sebenarnya ketidakpastian tersebut berawal dari kompetensi yang dibutuhkan saat ini dan sudah digariskan di tahun 1998 yakni mengenai literasi dasar. Kompetensi tersebut didalamnya syarat dengan berpikir kritis, pemecahan masalah, kreativitas, kolaborasi, kualitas karakter, dan yang paling penting adalah kegigihan.

Baca juga: Srikandi Garuda Terbang Tinggi di Paralimpiade Tokyo 2020

Berdasarkan survei yang dilakukan World Economic Forum pada 186 negara, terdapat 50% penduduk bumi saat ini berusia 30 tahun. Selanjutnya, persepsi milenial terhadap era disruptif yaitu percaya bahwa revolusi teknologi dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru daripada menghilangkan pekerjaan yang sudah ada. Hal tersebut menjadi suatu hal yang optimistik untuk menyiapkan kompetensi baru.

Disisi lain, terdapat beberapa tren teknologi berdasarkan survei, yang didominasi oleh artificial intelligence (AI), biotechnology, robotics, Internet of Things (IoT), dan driverless car. Artinya, bonus demografi perlu disiapkan dengan cara menyiapkan generasi yang dapat bersaing.

Munculnya beragam profesi baru

Pada abad ke-21 ini, revolusi teknologi berkembang dengan cepat sehingga tidak hanya mempengaruhi dunia pendidikan, tetapi juga jenis-jenis profesi dan karier lain. Hal ini berdampak terhadap para generasi milenial yang mulai memasuki usia rata-rata menghadapi dunia kerja sebagai seorang profesional muda.

Seperti yang kita ketahui, bahwa generasi milenial selalu memiliki sesuatu yang berbeda. Mengapa berbeda? Hal ini tentunya dipengaruhi oleh berubahnya berbagai aspek kehidupan yang diakibatkan oleh perkembangan zaman. Coba kita lihat keadaan sekarang yang banyak bermunculan jenis-jenis profesi baru seperti Social Media Specialist, Big Data Analyst, Food Stylest, UI/UX Designer, dan juga Digital Marketing.

Munculnya profesi baru menuntut peningkatan kompetensi sumber daya manusia di era Revolusi Industri 4.0 melalui kompetensi profesional, kompetensi interprofesional, dan literasi data. Kompetensi tersebut juga harus didukung dengan softskill yang mencakup kerja sama tim, resilience, manajemen waktu, problem solving, percaya diri, leadership, akuntabilitas dan comunication skill.

Lalu, skill apa saja yang harus dimiliki?

Dalam merencanakan dan menentukan karier, generasi milenial perlu melihat persaingan yang semakin ketat, persaingan tersebut menuntut para milenial wajib memiliki softskill yang lebih agar dapat bersaing di dunia kerja.

Lalu pertanyaanya, Softskill apa saja yang penting untuk dimiliki milenial agar mampu bersaing?

  1. Critical Thinking
    Softskill
     pertama yang harus kita miliki adalah berpikir kritis. Kita bias melatih softskill  ini dengan dua hal, pertama adalah dengan membaca buku dan yang kedua adalah memalui debat dan diskusi.
  2. Rasa ingin tahu, kreatif, dan inovatif
    Ketiga softskill ini sangat wajib dimiliki generasi abad 21. Rasa ingin tahu adalah awal mula datangnya sebuah ide kreatif dan sebuah inovasi. Selain itu, ketiga softskill ini juga sangat berguna dalam hal menyelesaikan masalah.Ketika kita menghadapi sebuah masalah, rasa ingin tahu akan membuat kita tidak akan berhenti mencari sumber permasalahan tersebut hingga berhasil mendapatkannya. Ketika kita sudah mengetahui sumber masalahnya, kita harus memikirkan solusi yang tepat dan efisien untuk dapat menyelesaikannya. Kreativitas dan inovasi akan sangat membantu untuk mencari solusi paling efisien untuk masalah yang sedang dihadapi.
  3. Kepemimpinan
    Tidak semua orang suka untuk menjadi seorang pemimpin, tapi dalam hal karier, softskill ini harus kita miliki.
  4. Kemampuan beradaptasi
    Setiap pekerjaan mungkin saja berat untuk dilakukan pada awalnya, ketika kita belum terbiasa dan banyak hal yang harus dipelajari. Jika kita memiliki softskill kemampuan beradaptasi yang baik, maka akan sangat mudah melewati masa sulit dengan baik. Softskill yang satu ini juga akan membantu kita melewati segala dinamika yang ada.
  5. Kerja sama dan kolaborasi
    Softskill selanjutnya yang harus dimiliki adalah kemampuan kerja sama dan kolaborasi. Menjadi seseorang yang bisa diajak bekerja sama di dalam tim sangat penting untuk sebuah karier. Banyak orang yang mampu bekerja sangat baik jika bekerja sendiri, tapi kesulitan ketika harus bekerja sama. Hal seperti ini akan menyusahkan diri sendiri dan menghambat kerja tim.
  6. Public speaking
    Public speaking
     merupakan softskill yang cukup sulit bagi sebagian orang. Banyak sekali orang yang merasa tidak mampu berbicara di depan umum sehingga memilih untuk tidak melakukannya. Tapi, softskill ini akan menghantarkan kita dalam segala peluang.

Penulis: Mukhammad Khasan Sumahadi
(Mahasiswa UIN Walisongo Semarang)